Saturday, October 13, 2018

MAKALAH
Kebutuhan Manusia Tehadap Agama
Disusun Guna Memenuhi Tugas Kuliah Metode Study Islam
Dosen Pengampu : Zaenal Arifin M.sy







Disusun oleh :
Rizki Oktaviani               NPM : 181130064
Program Study  :  Perbankan Syariah

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF
TAHUN 2018/2019



Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, taufik , dan hidayah-Nya, sehingga dapat tercipta sebuah makalah guna memenuhi tugas mata kuliah Metode Study Islam
Makalah ini takkan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada:
1.      Bpk. Zaenal Arifin M.sy  selaku dosen mata kuliah Metode study Islam
2.      Orang tua saya yang telah memberi motivasi, serta memfasilitasi dalam berjalannya penyusunan makalah ini, dan tentunya yang selalu mendo’akan demi kesuksesan anaknya ini.
3.      Seluruh rekan-rekan yang telah membantu, memotivasi  dalam penyusunan makalah ini
Dalam makalah ini Kami bermaksud menuturkan materi yang akan dikaji  dalam kegiatan belajar mengajar. Makalah ini bukanlah makalah yang sempurna, jadi tidak lepas dari sebuah kesalahan. Oleh karena itu, Kami  memohon kritik dan saran yang dapat membangun untuk masa yang akan datang.



Metro,  8 oktober 2018



(Rizki Oktaviani)



Daftar Isi

Kata Pengantar  ......................................................................................................... i

BAB I
Pendahuluan                                                                                                                1
1.1    Latar Belakang                                                                                                     1
1.2    Rumusan Masalah                                                                                                1
1.3    Tujuan Penulisan 1

BAB II
Kajian Teoritik
2.1 AGAMA Menurut  Ensiklopedia........................................................................ 2

BAB III
Pembahasan
3.1 Pengertian Agama            .................................................................................... 3
3.2 Latar Belakang Perlunya Manusia Terhadap Agama........................................... 4
1. Fitrah Manusia                                                                                            4
2. kelemahan dan Kekurangan Manusia                                                         4
3. Tantangan manusia                                                                                      5
3.3  . Kebutuhan Manusia Terrhadap Agama............................................................. 5
3.4  Atheisme                                                                                                               7
a)      Pengertian dan latar belakangnya Atheis                                                        7
b)      Demografis Atheis   ...................................................................................... 8
c)      Tumbuhnya Atheis Di Indonesia  ................................................................. 9

BAB IV
Penutup
4.1 Kesimpulan                                                                                                           11
4.2 Kritik Dan Saran       ...........................................................................................  12

Daftar Pustaka


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
            Agama merupakan sebuah kepercayaan yang dianut oleh seseorang. pengertian agama adalah sebuah ajaran atau sistem yang mengatur tata cara peribadatan kepada Tuhan dan hubungan antar manusia. Dalam ajaran sebuah agama, setiap penganutnya diajari agar saling hidup rukun dengan sesama manusia.
Di Negara Kesatuan Republik Indonesia sendiri terdapat enam agama yang diakui dan dilindungi. Enam agama di Indonesia yang telah diakui secara resmi tersebut antara lain agama islam, katholik, Kristen, budha, hindu dan konghucu. Keenam pemeluk agama tersebut diakui dan dilindungi oleh undang-undang untuk bebas melaksanakan ajaran dari kepercayaan mereka tersebut.
Dan dalam kehidupan sehari hari pun kita membutuhkan anutan yaitu agama, agama bagaikan pedoman untuk hidup kita, tanpa adanya agama tidak ada aturan dalam hidup kita berlaku sesuai nafsu kita dan tidak ada tujuan dalam hidup kita, seseorang yang tidak menganut aagama apapun bisa di katakan ia adaalah seorang yang Atheis.
Hal ini menarik penulis untuk membahas sebuah kajian yang bersangkutan dengan atheis dalam makalah ini. Karena tidak jauh dengan judul yang di tulis dalam makalah ini oleh penulis sehingganya penulis mencari beberapa refrensi untuk Atheis ini sendiri. Semuanya akan dikupas secara mendalam pada Bab III di makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah
Di kutip dari latar belakang diatas dapat di rumuskan masalah sebagai berikut
1.      Apa pengertian agama ?
2.      Bagaimana pengertian agama dari beberapa versi ?
3.      Apa latar belakang manusia terhadap agama ?
4.      Mengapa manusia butuh agama ?
5.      Apa yang di maksud dengan atheis ?
6.      Bagaimana perkembangan atheis ?
7.      Bagaimana kisah-kisah tentang atheis ?

1.3 Tujuan Penulisan
Dalam makalah ini penulis bertujuan untuk membagi sedikit pengetahuan kepada pembaca mengenai hal-hal yang menyangkut Keagamaan diantaranya, di harapkan agar pembaca mengetahui latar belakangnya manusia membutuhkan agama, menjelaskan mengapa manusia membutuhkan agama  serta di harapkan pembaca memahami beberapa teori  mengenai atheis, perkembangan atheis dan kisah kisah atheis yang akan di jabarkan dalam bab III dalam makalah ini.


BAB II
KAJIAN TEORIK

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata "Agama" berasal dari bahasa Sanskerta, āgama (आगम) yang berarti "tradisi".[10]. Kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal daribahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Menurut filolog Max Müller, akar kata bahasa Inggris "religion", yang dalam bahasa Latin religio, awalnya digunakan untuk yang berarti hanya "takut akan Tuhan atau dewa-dewa, merenungkan hati-hati tentang hal-hal ilahi, kesalehan" ( kemudian selanjutnya Cicero menurunkan menjadi berarti " ketekunan " ).[11][12] Max Müller menandai banyak budaya lain di seluruh dunia, termasuk Mesir, Persia, dan India, sebagai bagian yang memiliki struktur kekuasaan yang sama pada saat ini dalam sejarah. Apa yang disebut agama kuno hari ini, mereka akan hanya disebut sebagai "hukum".[13]
Banyak bahasa memiliki kata-kata yang dapat diterjemahkan sebagai "agama", tetapi mereka mungkin menggunakannya dalam cara yang sangat berbeda, dan beberapa tidak memiliki kata untuk mengungkapkan agama sama sekali. Sebagai contoh, dharma kata Sanskerta, kadang-kadang diterjemahkan sebagai "agama", juga berarti hukum. Di seluruh Asia Selatan klasik, studi hukum terdiri dari konsep-konsep seperti penebusan dosa melalui kesalehan dan upacara serta tradisi praktis. Jepang pada awalnya memiliki serikat serupa antara "hukum kekaisaran" dan universal atau "hukum Buddha", tetapi ini kemudian menjadi sumber independen dari kekuasaan.[14][15]
Tidak ada setara yang tepat dari "agama" dalam bahasa Ibrani, dan Yudaisme tidak membedakan secara jelas antara, identitas keagamaan nasional, ras, atau etnis.[16] Salah satu konsep pusat adalah "halakha" , kadang-kadang diterjemahkan sebagai "hukum" ",yang memandu praktik keagamaan dan keyakinan dan banyak aspek kehidupan sehari-hari.
Penggunaan istilah-istilah lain, seperti ketaatan kepada Allah atau Islam yang juga didasarkan pada sejarah tertentu dan kosakata.[17]
Émile Durkheim.Agama adalah suatu sistem yang terdiri dari kepercayaan serta praktik yang memiliki keterhubungan dengan hal yang suci dan juga menyatukan semua penganutnya dalam suatu komunitas moral yang di sering disebut dengan umat.
 Anthony F.C . Wallaceagama adalah suatu perangkat upacara yang diberikan rasionalisasi melalui adanya mitos dan juga menggerakkan sebuah kekuatan supranatural dengan maksud agar mampu tercapai perubahan kondisi pada alam dan manusia.




BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Agama
            Agama adalah suatu aturan terorganisir yang terdiri dari kepercayaan, sistem budaya, serta pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan. Beragam agama memiliki catatan, simbol, dan kesucian yang mana digunakan untuk menjelaskan makna dari hidup itu sendiri dan menjelaskan asal usul kehidupan, manusia dimasa yang lalu ataupun terciptanya alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, setiap orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 an agama di dunia.Tapi agama yang terkenal di Indonesia cuma ada 6 agama yaitu: Islam, Kristen Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu.
Seperti contohnya pengertian matematika, dan pengertian fisika,  pengertian agama juga suatu pembelajaran yang tidak kalah penting dari pembelajaran-pembelajaran yang lain contoh dari pengertian pelajaran diatas. Hal ini karena banyak agama telah terbukti mampu untuk mengorganisir perilaku, kependetaan, menjabarkan tentang apa itu kepatuhan atau keanggotaan, tempat-tempat suci, serta juga kitab suci. Praktek agama juga dapat mencakup ritual, khotbah, pemujaan tuhan, dewa atau dewi, pengorbanan, festival, pesta, trance, inisiasi, jasa penguburan, layanan pernikahan, meditasi, doa, musik, seni, tari, layanan masyarakat atau aspek lain dari budaya manusia. Agama juga mengandung mitologi. Agar lebih lengkap mari kita membaca Asal-usul agama. 
Bangsa Indo - Eropa percaya ada banyak Dewa pada masa itu. Sementara Bangsa Semit juga menjadikan ciri khas Bangsa Semit disatukan dengan kepercayaan satu Tuhan (Monoteisme). Agama Islam, Yahudi, dan Kristen mempunyai gagasan dasar yang sama yaitu percaya kepada satu Tuhan (Monoteisme). Bangsa Semit mempunyai pandangan yang Linier terhadap sejarah, seperti sebuah garis lurus dimana garis itu merupakan lambangan terciptanya Dunia adalah awal dari kehidupan dan kiamat sebagai akhir dari kehidupan.
       Di Zaman sekarang kota jerusalem adalah kota yang dianggap penting bagi ketiga agama tersebut. ini juga merupakan suatu bukti bahwa ketiga agama tersebut berasal dari satu asal yang sama. Di kota jerusalem tersebut terdapat berbagai Sinagog (Yahudi), Greja ( Kristen), dan juga Mesjid (Islam) yang terkemuka atau terkenal. Oleh karena itu sungguh disayangkan bahwa kota jerusalem menjadi tempat sumber pertikaian dimana semua orang saling membunuh satu dengan yang lain serta berlomba-lomba untuk memperebutkan kota bersejarah ini.


3.2    Latar Belakang Perlunya Manusia Terhadap Agama
Sekurang-kurangnya ada tiga alasan yang melatarbelakangi perlunya manusia terhadap agama. Ketiga alasan tersebut secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.      Fitrah Manusia
Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan pertama kali dijelaskan dalam ajaran Islam, yakni agama adalah kebutuhan fitrah manusia. Sebelumnya, manusia belum mengenal kenyataan ini. Baru di masa akhir-akhir ini, muncul beberapa orang yang menyerukan dan mempopulerkannya. Fitrah keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangi perlunya manusia pada agama.[7] Oleh karenanya, ketika datang wahyu Tuhan yang menyeru manusia agar beragama, maka seruan tersebut memang sejalan dengan fitrahnya itu.
Firman Allah Swt dalam QS.Ar-Rum:30,
تَبْدِيْلَ لَا عَلَيْهَاۗ النَّاسَ فَطَرَ الَّتِيْ اللّٰهِ فِطْرَتَ حَنِيْفًاۗ لِلدِّيْنِ وَجْهَكَ فَاَقِمْ
    لَا النَّاسِ وَلٰكِنَّ الْقَيِّمُۙ الدِّيْنُ ۗذٰلِكَ اللّٰهِ لِخَلْقِ
يَعْلَمُوْنَۙ
Artinya:  Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
2.      Kelemahan dan Kekurangan Manusia
Faktor lainnya yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama adalah karena disamping manusia memiliki berbagai kesempurnaan juga memiliki kekurangan.[8]  Dengan kekurangan dan kelemahan yang terdapat di dalam dirinya sehingga manusia dengan fitrahnya  merasakan kelemahan dirinya dan kebutuhan kepada Tuhan agar menolongnya, menjaga dan memeliharanya dan memberinya taufik.
Allah menciptakan manusia dan berfirman “bahwa manusia telah diciptakan-Nya dengan batas-batas tertentu dan dalam keadaan lemah. Firman ALLAH SWT, dalam QS.Al-Qomar:49,
بِقَدَرٍ خَلَقْنٰهُ شَيْءٍ كُلَّ اِنَّا
Artinya: “Sesungguhnya tiap-tiap sesuatu telah kami ciptakan dengan ukuran batas tertentu”.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dirinya dan keluar dari kegagalan-kegagalan tersebut tidak ada jalan lain kecuali dengan jalan wahyu akan agama.[9]

3.     Tantangan Manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan.
Sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupaya ingin memalingkan manusia dari Tuhan.
Sebagaimana firman Allah Swt Dalam surat Al-Anfal ayat 36 yang berbunyi
Artinya:”Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. dan ke dalam Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan”.
Mereka dengan rela mengeluarkan biaya, tenaga, dan pikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yanag didalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari Tuhan. Orang-orang kafir dengan sengaja mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mereka gunakan agar orang mengikuti keinginannya. Berbagai bentuk budaya, hiburan, obat-obat terlarang dan lain sebagainya dibuat dengan sengaja. Untuk itu, upaya mengatasi dan membentengi manusia adalah dengan mengajar mereka agar taat menjalankan agama. Godaan dan tantangan hidup yang demikian saat ini semakin meningkat, sehingga upaya mengagamakan masyarakat menjadi penting.

3.3 Kebutuhan Manusia Terhadap Agama

Secara naluri, manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan di luar dirinya. Dapat dilihat ketika manusia mengalami kesulitan hidup, musibah, dan berbagai bencana. Manusia mengeluh dan meminta pertolongan kepada sesuatu yang serba maha, yang dapat membebaskannya dari keadaan tersebut. Naluriah membuktikan  manusia perlu beragama dan membutuhkan Sang Khaliknya.[4]
Beberapa ahli pakar ada yang berpendapat bahwa benih agama adalah rasa takut yang kemudian melahirkan pemberian sesajen kepada yang diyakini yang memiliki kekuatan menakutkan. Seperti yang ditulis oleh Yatimin bahwa pada masa primitif, kekuatan itu menimbulkan kepercayaan animisme dan dinamisme. Ia memerinci bentuk penghormatan itu berupa:
1. Sesajian pada pohon-pohon besar, batu, gunung, sungai-sungai, laut, dan benda alam lainnya.
2. Pantangan (hal yang tabu), yaitu perbuatan-perbuatan ucapan-ucapan yang dianggap dapat mengundang murka (kemarahan) kepada kekuatan itu.
3. Menjaga dan menghormati kemurkaan yang ditimbulkan akibat ulah manusia, misalnya upacara persembahan, ruatan, dan mengorbankan sesuatu yang dianggap berharga.
Rasa takut memang salah satu pendorong utama tumbuh suburnya rasa keberagaman. Tetapi itu merupakan benih - benih yang ditolak oleh sebagian pakar lain. Seperti yang dikatakan oleh Quraish Shihab bahwa terdapat hal lain yang membuat manusia merasa harus beragama.[5] Freud ahli jiwa berpendapat benih agama dari kompleks oedipus. Mula-mula seorang anak merasakan dorongan seksual terhadap ibunya kemudian membunuh ayahnya sendiri. Namun pembunuhan ini menghasilkan penyesalan diri dalam jiwa sang anak sehingga lahirlah penyembahan terhadap ruh sang ayah. Di sinilah bermula rasa agama dalam jiwa manusia.
ü  Terdapat empat faktor yang menyebabkan manusia memerlukan agama. Yaitu:[6]
a) Faktor Kondisi Manusia
Kondisi manusia terdiri dari beberapa unsur, yaitu unsur jasmani dan unsur rohani. Untuk menumbuhkan dan mengembangkan kedua unsur tersebut harus mendapat perhatian khusus yang seimbang. Unsur jasmani membutuhkan pemenuhan yang bersifat fisik jasmaniah. Kebutuhan tersebut adalah makan-minum, bekerja, istirahat yang seimbang, berolahraga, dan segala aktivitas jasmani yang dibutuhkan. Unsur rohani membutuhkan pemenuhan yang bersifat psikis (mental) rohaniah. Kebutuhan tersebut adalah pendidikan agama, budi pekerti, kepuasan, kasih sayang, dan segala aktivitas rohani yang seimbang.
b) Faktor Status Manusia
Status manusia adalah sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Apabila dibanding dengan makhluk lain, Allah menciptakan manusia lengkap dengan berbagai kesempurnaan, yaitu kesempurnaan akal dan pikiran, kemuliaan, dan berbagai kelebihan lainnya. Dalam segi rohaniah manusia memiliki aspek rohaniah yang kompleks. Manusia adalah satu-satunya yang mempunyai akal dan manusia pulalah yang mempunyai kata hati. Sehingga dengan kelengkapan itu Allah menempatkan mereka pada permukaan yang paling atas dalam garis horizontal sesama makhluk. Dengan akalnya manusia mengakui adanya Allah. Dengan hati nuraninya manusia menyadari dirinya tidak terlepas dari pengawasan dan ketentuan Allah. Dan dengan agamalah manusia belajar mengenal Tuhan dan agama juga mengajarkan cara berkomunikasi dengan sesamanya, dengan kehidupannya, dan lingkungannya.
c) Faktor Struktur Dasar Kepribadian
Dalam teori psikoanalisis Sigmun Freud membagi struktur kepribadian manusia dengan tiga bagian. Yaitu:
1) Aspek Das es yaitu aspek biologis, merupakan sistem yang orisinal dalam kepribadian manusia yang berkembang secara alami dan menjadi bagian yang subjektif yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan dunia objektif.
2) Aspek das ich, yaitu aspek psikis yang timbul karena kebutuhan organisme untuk hubungan baik dengan dunia nyata.
3) Aspek das uber ich, aspek sosiologis yang mewakili nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat.

3.4 ATHEISME
A. Pengertian dan latar belakangnya atheis

Ateisme adalah sebuah pandangan filosofi yang tidak memercayai keberadaan Tuhan dan dewa-dewi[1] ataupun penolakan terhadap teisme.[2][3] Dalam pengertian yang paling luas, ia adalah ketiadaan kepercayaan pada keberadaan dewa atau Tuhan.[4][5]
Dengan menyebarnya pemikiran bebas, skeptisisme ilmiah, dan kritik terhadap agama, istilah ateis mulai dispesifikasi untuk merujuk kepada mereka yang tidak percaya kepada tuhan. Orang yang pertama kali mengaku sebagai "ateis" muncul pada abad ke-18. Pada zaman sekarang, sekitar 2,3% populasi dunia mengaku sebagai ateis, manakala 11,9% mengaku sebagai nonteis.[6] Sekitar 65% orang Jepang mengaku sebagai ateis, agnostik, ataupun orang yang tak beragama; dan sekitar 48%-nya di Rusia.[7] Persentase komunitas tersebut di Uni Eropa berkisar antara 6% (Italia) sampai dengan 85% (Swedia).[7]
Pada kebudayaan Barat, ateis seringkali diasumsikan sebagai tak beragama (ireligius).[8] Beberapa aliran Agama Buddha tidak pernah menyebutkan istilah 'Tuhan' dalam berbagai upacara ritual, namun dalam Agama Buddha konsep ketuhanan yang dimaksud mempergunakan istilah Nibbana.[9] Karenanya agama ini sering disebut agama ateistik.[10] Walaupun banyak dari yang mendefinisikan dirinya sebagai ateis cenderung kepada filosofi sekuler seperti humanisme,[11] rasionalisme, dan naturalisme,[12] tidak ada ideologi atau perilaku spesifik yang dijunjung oleh semua ateis.[13]
Asal Istilah atheis yaitu Pada zaman Yunani Kuno, kata sifat atheos (ἄθεος, berasal dari awalan ἀ- + θεός "tuhan") berarti "tak bertuhan". Kata ini mulai merujuk pada penolakan tuhan yang disengajakan dan aktif pada abad ke-5 SM, dengan definisi "memutuskan hubungan dengan tuhan/dewa" atau "menolak tuhan/dewa". Terjemahan modern pada teks-teks klasik kadang-kadang menerjemahkan atheossebagai "ateistik". Sebagai nomina abstrak, terdapat pula ἀθεότης (atheotēs), yang berarti "ateisme". Cicero mentransliterasi kata Yunani tersebut ke dalam bahasa Latin atheos. Istilah ini sering digunakan pada perdebatan antara umat Kristen awal dengan para pengikut agama Yunani Kuno (Helenis), yang mana masing-masing pihak menyebut satu sama lainnya sebagai ateis secara peyoratif.[14]
Ateisme pertama kali digunakan untuk merujuk pada "kepercayaan tersendiri" pada akhir abad ke-18 di Eropa, utamanya merujuk pada ketidakpercayaan pada Tuhan monoteis.[15] Pada abad ke-20, globalisasi memperluas definisi istilah ini untuk merujuk pada "ketidakpercayaan pada semua tuhan/dewa", walaupun adalah masih umum untuk merujuk ateisme sebagai "ketidakpercayaan pada Tuhan (monoteis)".[16] Akhir-akhir ini, terdapat suatu desakan di dalam kelompok filosofi tertentu untuk mendefinisikan ulang ateisme sebagai "ketiadaan kepercayaan pada dewa/dewi", daripada ateisme sebagai kepercayaan itu sendiri. Definisi ini sangat populer di antara komunitas ateis, walaupun penggunaannya masih sangat terbatas.

B. Demografi Atheis
Adalah sulit untuk menghitung jumlah ateis di dunia. Para responden survei dapat mendefinisikan "ateisme" secara berbeda-beda ataupun menarik garis batas yang berbeda antara ateisme, kepercayaan non-religius, dan kepercayaan religius non-teis dan spiritual.[53] Selain itu, masyarakat di beberapa belahan dunia enggan melaporkan dirinya sebagai ateis untuk menghindari stigma sosial, diskriminasi, danpenganiayaan. Survei tahun 2005 yang dipublikasi dalam Encyclopædia Britannica menunjukkan bahwa kelompok non-religius mencapai sekitar 11,9% populasi dunia, dan ateis sekitar 2,3%. Jumlah ini tidak termasuk orang-orang yang memeluk agama ateistik, seperti agama Buddha.[6]
Survei November-Desember 2006 yang dilakukan di Amerika Serikat dan lima negara Eropa, dan dipublikasi di Financial Timesmenunjukkan bahwa orang Amerika (73%) cenderung lebih percaya kepada tuhan/dewa atau makhluk tertinggi dalam bentuk apapun daripada orang Eropa. Di antara orang dewasa Eropa yang disurvei, orang Italia adalah yang paling banyak percaya (62%) dan orang Perancis adalah yang paling rendah (27%). Di Perancis, 32% mengaku dirinya sebagai ateis, dan 32% lainnya mengaku sebagaiagnostik.[54]
Survei resmi Uni Eropa memberikan hasil-hasil berikut: 18% populasi Uni Eropa tidak percaya pada tuhan; 27% yakin akan keberadaan beberapa "makhluk halus atau roh", manakala 52% percaya pada tuhan-tuhan tertentu. Proporsi orang yang percaya naik menjadi 65% pada orang-orang yang putus sekolah pada usia 15; responden survei yang menganggap dirinya berasal dari latar belakang keluarga yang keras juga lebih cenderung percaya pada tuhan daripada yang merasa dirinya tumbuh di lingkungan tanpa aturan yang keras.[55]
Sebuah surat yang dipublikasi di Nature pada tahun 1998 melaporkan sebuah survei bahwa kepercayaan pada tuhan personal ataupun kehidupan setelah mati berada dalam posisi terendah di antara para anggotaAkademi Sains Nasional Amerika Serikat, hanya 7,0% anggota yang percaya pada tuhan personal, dibandingkan dengan lebih dari 85% masyarakat AS secara umumnya.[56] Pada tahun yang sama pula, Frank Sulloway dari Institut Teknologi Massachusetts dan Michael Shermer dari California State University melakukan sebuah kajian yang menemukan bahwa pada sampel survei mereka yang terdiri dari orang dewasa AS yang "dipercayai" (12% Ph.D dan 62% lulusan perguruan tinggi), 64%-nya percaya pada Tuhan, dan terdapat sebuah korelasi yang mengindikasikan menurunnya tingkat kepercayaan seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan.[57]
Korelasi yang berbanding terbalik antara keimanan dengan kecerdasan juga telah ditemukan pada 39 kajian yang dilakukan antara tahun 1927 sampai dengan tahun 2002, menurut sebuah artikel dalam MajalahMensa.[58] Penemuan ini secara luas sesuai dengan meta-analisis statistis tahun 1958 yang dilakukan oleh Profesor Michael Argyle dari Universitas Oxford. Ia menganalisa tujuh kajian riset yang telah menginvestigasi korelasi antara sikap terhadap agama dengan pengukuran kecerdasan pada pelajar-pelajar sekolah dan perguruan tinggi AS. Walaupun korelasi negatif ditemukan dengan jelas, analisis ini tidak mengidentifikasi sebab musababnya, namun menilai bahwa faktor-faktor seperti latar belakang keluarga yang otoriter dan kelas sosial mungkin memainkan sebagian peran penting.[59]
Pada sensus pemerintah Australia pada tahun 2006, pada pertanyaan yang menanyakan Apakah agama anda? Dari keseluruhan populasi, 18,7% mencentang kotak tak beragama ataupun menulis sebuah respon yang diklasifikasikan sebagai non-religius (humanisme, agnostik, ateis). Pertanyaan ini bersifat sukarela dan 11,2% tidak menjawab pertanyaan ini.[60] Pada sensus Selandia Baru 2006 yang menanyakan Apakah agama anda?, 34,7% mengindikasikan tidak beragama, 12,2% tidak merespon ataupun keberatan untuk menjawab pertanyaan tersebut.[61]
C.  Tumbuhnya Ateis di Indonesia
Di belahan Bumi bagian manapun, saat ini tidak lepas dari pengaruh pemikiran dari manapun. Termasuk di kawasan Timur Tengah yang tercatat sebagai kawasan lahirnya agama-agama besar dunia. Pengaruh ideologi dari Barat tidak dapat begitu saja diabaikan. Kini di Dunia Timur Tengah pun sudah mulai bermunculan orang-orang yang mengaku sebagai ateis.
Jumlah penduduk Bumi dewasa ini sekitar 6,5 milyar manusia. Menurut Survey Encyclopedia Britanica tahun 2005, hampir 12 persen di antranya adalah orang yang tidak beragama. Dan 2,3 persennya lagi atheis alias tidak ber-Tuhan. (Agus, 2012/16)
Saat ini, ateisme tidak hanya berkembang di luar negeri. Banyak anak muda terdidik Indonesia mulai “terjangkiti” pemikiran ateis. Ateisme di Indonesia tumbuh mulai dari kalangan muda yang pada dasarnya minat mempelajari apapun, termasuk aliran-aliran pemikiran tertentu sangat tinggi,  tidak hanya mereka yang sedang kuliah di luar negeri, di kampus dalam negeri bahkan kampus-kampus berlatar belakang agama Islam misalnya, mulai muncul orang ateis. Banyak kelompok-kelompok kajian yang mereka bentuk di dunia maya. Karena di dunia maya mereka lebih merasa bebas untuk mengutarakan pemkiran ateisme-nya, mereka dapat berdiskusi dan bertukar pikiran dengan bebas tanpa rasa takut.
Di dunia maya para ateis dapat memakai identitas palsu, sehingga mereka merasa bebas beradu argumentasi “melawan” agama dan tanpa perlu takut terhadap ancaman diskriminasi dan kekerasan fisik. Karena apabila di dunia nyata mereka diketahui identitasnya dapat mengancam hubungan sosialnya, misalnya mereka dapat dijauhi oleh teman-temannya, ditinggalkan oleh keluarganya, atau bahkan mendapat cemoohan sampai bisa jadi mendapat kekerasan fisik. Hal ini karena memang di Indonesia, nilai religious masih begitu kuat menyelimuti segala aspek budaya, mulai dari yang bersifat pribadi sampai pada kehidupan ekonomi, politik, dan sosial, yang di dalam segala aspek tersebut termuat nilai-nilai religious. Sehingga orang atheis di Indonesia adalah minoritas. Berbeda dengan yang ada di Barat misalnya, yang keberadaan orang-orang ateis di sana merupakan hal yang lumrah dan merupakan bagian dari HAM yang dihormati dan setiap individu diberi kebebasan berkeyakinan.
Kemudian apa yang sebenarnya menjadi indicator penyebab tumbuh dan berkembangnya pemikiran ateis di Indonesia?
Kebebasan berekspresi, mengungkapkan ide, pendapat, dan gagasan kini begitu terjamin di dunia maya. Setiap individu mempunyai kesempatan melihat, menunjukan, dan mengkritisi setiap kejadian yang baru terjadi. Apalagi kondisi politik dan ekonomi, setiap orang di setiap ruang dunia maya bebas mengungkapkan argument kritis terhadapnya. Masalah korupsi, yang kini kian menjadi topic yang menarik.
Kondisi Negara saat ini saya kira bisa jadi salah satu factor tumbuhnya ateisme di Indonesia. Boboroknya system pemerintahan yang didasarkan pada nilai agama membuat sebagian masyarakat indonesia mempertanyakan kembali peran agama dalam mempengaruhi baiknya tingkatan individu, kemudian masyarakat perlahan skeptic terhadap keberhasilan agama membentuk karakter bangsa yang bermoral. Beberapa waktu lalu deras berita tentang institusi Negara berdasarkan nilai agama terlilt korupsi. Kondisi ini semakin membuat kaum ateis Indonesia bersemangat mengkritisi posisi agama dalam kehidupan dan berusaha menunjukan dirinya dengan membawa nilai-nilai ateis. Ateis di Indonesia kini mengajak masyarakat untuk melihat kembali penting dan tidaknya agama dalam membentuk Negara yang ideal. Kegagalan moralitas agama dalam menciptakan suasana yang kondusif Negara menjadi dasar argument ateis untuk mengajak masyarakat Indonesia mencoba formulasi baru tatatnan social-politik, yaitu tatanan yang berdasarkan nilai-nilai sekuler dan materialis.
Kondisi ini memunculkan banyak diskusi membahas sila pertama Pancasila. Contohnya diskusi yang terjadi di website-nya ateis di Indonesia (ABAM (Anda Bertanya Ateis Menjawab)):
  “Tidak ada satu sila pun dalam Pancasila yang melarang seorang warga negara Indonesia untuk menjadi ateis, bahkan sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Butir 7 sila pertama Pancasila sebagai salah satu tafsir berbunyi “Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.” Butir ini justru melarang memaksakan agama dan kepercayaannya kepada siapa saja, artinya, juga kepada ateis. Ini berarti bahwa ateis tidak boleh dipaksa, diharuskan, atau diwajibkan bertuhan atau beragama.”






BAB IV
PENUTUP

4.1    Kesimpulan
Agama sangat diperlukan oleh manusia sebagai pegangan hidup sehingga ilmu dapat menjadi lebih bermakna. Agama adalah kepercayaan akan adanya Tuhan yang menurunkan wahyu kepada para nabi-Nya untuk umat manusia demi kebahagiaannya di dunia dan akhirat.
Namun, secara naluri manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan ini di luar dirinya. Dapat dilihat ketika manusia mengalami kesulitan hidup, musibah, dan berbagai bencana. Manusia mengeluh dan meminta pertolongan kepada sesuatu yang serba maha, yang dapat membebaskannya dari keadaannya. Naluriah membuktikan bahwa manusia perlu beragama dan membutuhkan Sang Khaliknya.
Terdapat  tiga alasan yang melatar belakangi perlunya manusia terhadap agama  yaitu, fitrah manusia, kelemahan dan kekurangan manusia, dan tantangan manusia. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka kebutuhan manusia akan agama Tuhan yang benar lebih besar daripada kebutuhannya akan unsur-unsur pertama untuk menjaga hidupnya seperti air, makanan dan udara. Dan tidak ada yang mengingkari atau memperdebatkan kebenaran ini kecuali pembangkang yang sombong, tidak berguna kesombongannya dan tidak perlu didengar alasan-alasannya. Manusia beragama karena memerlukan sesuatu dari agama yaitu memerlukan petunjuk-petunjuk untuk kebahagiaan hidupnya di dunia dan akhirat.
Pada pembahasan terakhir ini kami menampung dari pendapat-pendapatteman diskusi yang mengungkapkan dari lubuk hati yang terdalam merekamasing-masing, antara lain adalah :
1.      Memperbaiki sistem pendidikan dan politik untuk menghadapi perkembangan Atheis.
2.      Harus ada doktrin pada anak-anak kita bahwa hidup dengan religius itumenenangkan hati.
3.      Menghilangkan dikotomi ilmu.
4.      Agar Atheis berkurang, kita perlu berusaha untuk mengajak seorang Atheismasuk keagama islam
5.      Medirikan organisasi yang bertujuan untuk menggali rasionalitas al-Qur’andan dunia agar mareka (Atheis) bisa mempercayai al-Qur’an6. 
Dengan jalan mempedalami lagi ilmu agama.


4.2  Saran
Dalam makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat didalamnya, baik dari segi penulisan, susunan kata, bahan referensi, dan lainnya. Oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dari pihak pembaca sebagai pengetahuan untuk mewujudkan perubahan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Demikianlah makalah yang sederhana ini saya susun semoga dapat bermanfaat bagi penyusun pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Akhirnya saya merasa kerendahan hati sebagai manusia yang mempunyai banyak sekali kekurangan. Oleh sebab itu kritik dan saran–bahkan yang tidak membangun sekalipun- kami tunggu demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga niat baik kita diridhai oleh Allah SWT. Amin.


Daftar pustaka
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grfindo Persada, 2004), cet. X.
Syukur,M.Amin, Prof.Dr.MA. 2003 Pengantar Studi Islam,Semarang: CV. Bima Sakti
http://dinulislami.blogspot.com/kebutuhan-manusia-terhadap-agama.. tgl akses: 26/10/2014
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Pers. 2010.


Related Posts:


0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Blog Archive