MAKALAH
Kebutuhan
Manusia Tehadap Agama
Disusun Guna Memenuhi Tugas Kuliah Metode Study
Islam
Dosen Pengampu : Zaenal Arifin M.sy
Disusun
oleh :
Rizki
Oktaviani NPM : 181130064
Program
Study :
Perbankan Syariah
FAKULTAS
SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM MA’ARIF
TAHUN
2018/2019
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat, taufik , dan hidayah-Nya, sehingga dapat tercipta sebuah makalah guna memenuhi tugas mata kuliah Metode Study
Islam
Makalah ini takkan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Bpk. Zaenal
Arifin M.sy selaku dosen mata kuliah Metode
study Islam
2.
Orang tua saya
yang telah memberi motivasi, serta memfasilitasi dalam berjalannya penyusunan
makalah ini, dan tentunya yang selalu mendo’akan demi kesuksesan anaknya ini.
3.
Seluruh
rekan-rekan yang telah membantu, memotivasi dalam penyusunan makalah ini
Dalam makalah ini Kami bermaksud menuturkan materi
yang akan dikaji dalam kegiatan belajar mengajar. Makalah ini bukanlah
makalah yang sempurna, jadi tidak lepas dari sebuah kesalahan. Oleh karena itu,
Kami memohon kritik dan saran yang dapat membangun untuk masa yang akan
datang.
Metro, 8 oktober 2018
(Rizki
Oktaviani)
Daftar Isi
Kata
Pengantar ......................................................................................................... i
BAB I
Pendahuluan 1
1.1 Latar
Belakang 1
1.2 Rumusan
Masalah 1
1.3 Tujuan
Penulisan 1
BAB II
Kajian Teoritik
2.1
AGAMA Menurut Ensiklopedia........................................................................ 2
BAB III
Pembahasan
3.1 Pengertian
Agama .................................................................................... 3
3.2 Latar
Belakang Perlunya Manusia Terhadap Agama........................................... 4
1.
Fitrah Manusia 4
2.
kelemahan dan Kekurangan Manusia 4
3.
Tantangan manusia 5
3.3 . Kebutuhan Manusia Terrhadap Agama............................................................. 5
3.4 Atheisme
7
a) Pengertian
dan latar belakangnya Atheis 7
b) Demografis
Atheis ...................................................................................... 8
c) Tumbuhnya
Atheis Di Indonesia ................................................................. 9
BAB IV
Penutup
4.1 Kesimpulan 11
4.2 Kritik Dan Saran ........................................................................................... 12
Daftar Pustaka
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Agama
merupakan sebuah kepercayaan yang dianut oleh seseorang. pengertian agama
adalah sebuah ajaran atau sistem yang mengatur tata cara peribadatan kepada
Tuhan dan hubungan antar manusia. Dalam ajaran sebuah agama, setiap penganutnya
diajari agar saling hidup rukun dengan sesama manusia.
Di
Negara Kesatuan Republik Indonesia sendiri terdapat enam agama yang diakui dan
dilindungi. Enam agama di Indonesia yang telah diakui secara resmi tersebut
antara lain agama islam, katholik, Kristen, budha, hindu dan konghucu. Keenam
pemeluk agama tersebut diakui dan dilindungi oleh undang-undang untuk bebas
melaksanakan ajaran dari kepercayaan mereka tersebut.
Dan
dalam kehidupan sehari hari pun kita membutuhkan anutan yaitu agama, agama
bagaikan pedoman untuk hidup kita, tanpa adanya agama tidak ada aturan dalam
hidup kita berlaku sesuai nafsu kita dan tidak ada tujuan dalam hidup kita,
seseorang yang tidak menganut aagama apapun bisa di katakan ia adaalah seorang
yang Atheis.
Hal
ini menarik penulis untuk membahas sebuah kajian yang bersangkutan dengan
atheis dalam makalah ini. Karena tidak jauh dengan judul yang di tulis dalam
makalah ini oleh penulis sehingganya penulis mencari beberapa refrensi untuk
Atheis ini sendiri. Semuanya akan dikupas secara mendalam pada Bab III di
makalah ini.
1.2
Rumusan Masalah
Di kutip dari latar
belakang diatas dapat di rumuskan masalah sebagai berikut
1.
Apa pengertian agama ?
2.
Bagaimana pengertian agama dari beberapa
versi ?
3.
Apa latar belakang manusia terhadap
agama ?
4.
Mengapa manusia butuh agama ?
5.
Apa yang di maksud dengan atheis ?
6.
Bagaimana perkembangan atheis ?
7.
Bagaimana kisah-kisah tentang atheis ?
1.3
Tujuan Penulisan
Dalam
makalah ini penulis bertujuan untuk membagi sedikit pengetahuan kepada pembaca mengenai
hal-hal yang menyangkut Keagamaan diantaranya, di harapkan agar pembaca
mengetahui latar belakangnya manusia membutuhkan agama, menjelaskan mengapa
manusia membutuhkan agama serta di
harapkan pembaca memahami beberapa teori
mengenai atheis, perkembangan atheis dan kisah kisah atheis yang akan di
jabarkan dalam bab III dalam makalah ini.
BAB
II
KAJIAN
TEORIK
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Agama adalah sistem yang
mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang
Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan
manusia serta lingkungannya. Kata "Agama" berasal dari bahasa Sanskerta, āgama (आगम) yang berarti "tradisi".[10]. Kata lain untuk
menyatakan konsep ini adalah religi yang
berasal daribahasa
Latin religio dan
berakar pada kata kerja re-ligare yang
berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang
mengikat dirinya kepada Tuhan.
Menurut filolog Max Müller, akar kata
bahasa Inggris "religion", yang dalam bahasa Latin religio,
awalnya digunakan untuk yang berarti hanya "takut akan Tuhan atau
dewa-dewa, merenungkan hati-hati tentang hal-hal ilahi, kesalehan" (
kemudian selanjutnya Cicero menurunkan
menjadi berarti " ketekunan " ).[11][12] Max
Müller menandai banyak budaya lain di seluruh dunia, termasuk Mesir, Persia,
dan India, sebagai bagian yang memiliki struktur kekuasaan yang sama pada saat
ini dalam sejarah. Apa yang disebut agama kuno hari ini, mereka akan hanya
disebut sebagai "hukum".[13]
Banyak
bahasa memiliki kata-kata yang dapat diterjemahkan sebagai "agama",
tetapi mereka mungkin menggunakannya dalam cara yang sangat berbeda, dan
beberapa tidak memiliki kata untuk mengungkapkan agama sama sekali. Sebagai
contoh, dharma kata Sanskerta, kadang-kadang diterjemahkan sebagai
"agama", juga berarti hukum. Di seluruh Asia Selatan klasik, studi
hukum terdiri dari konsep-konsep seperti penebusan dosa melalui kesalehan dan
upacara serta tradisi praktis. Jepang pada awalnya memiliki serikat serupa
antara "hukum kekaisaran" dan universal atau "hukum
Buddha", tetapi ini kemudian menjadi sumber independen dari kekuasaan.[14][15]
Tidak
ada setara yang tepat dari "agama" dalam bahasa Ibrani, dan Yudaisme tidak
membedakan secara jelas antara, identitas keagamaan nasional, ras, atau etnis.[16] Salah
satu konsep pusat adalah "halakha"
, kadang-kadang diterjemahkan sebagai "hukum" ",yang memandu
praktik keagamaan dan keyakinan dan banyak aspek kehidupan sehari-hari.
Penggunaan
istilah-istilah lain, seperti ketaatan kepada Allah atau Islam yang juga
didasarkan pada sejarah tertentu dan kosakata.[17]
Émile Durkheim.Agama adalah suatu sistem yang terdiri dari
kepercayaan serta praktik yang memiliki keterhubungan dengan hal yang suci dan
juga menyatukan semua penganutnya dalam suatu komunitas moral yang di sering
disebut dengan umat.
Anthony F.C . Wallaceagama adalah suatu perangkat upacara yang diberikan rasionalisasi
melalui adanya mitos dan juga menggerakkan sebuah kekuatan supranatural dengan
maksud agar mampu tercapai perubahan kondisi pada alam dan manusia.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1
Pengertian Agama
Agama adalah suatu aturan terorganisir yang terdiri dari
kepercayaan, sistem budaya, serta pandangan dunia yang menghubungkan manusia
dengan tatanan/perintah dari kehidupan. Beragam agama memiliki catatan, simbol,
dan kesucian yang mana digunakan untuk menjelaskan makna dari hidup itu sendiri
dan menjelaskan asal usul kehidupan, manusia dimasa yang lalu ataupun
terciptanya alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat
manusia, setiap orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup
yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 an agama di
dunia.Tapi agama yang terkenal di Indonesia cuma ada 6 agama yaitu: Islam,
Kristen Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu.
Seperti
contohnya pengertian matematika,
dan pengertian fisika,
pengertian agama juga suatu pembelajaran yang tidak kalah penting dari
pembelajaran-pembelajaran yang lain contoh dari pengertian pelajaran diatas.
Hal ini karena banyak agama telah terbukti mampu untuk mengorganisir perilaku,
kependetaan, menjabarkan tentang apa itu kepatuhan atau keanggotaan,
tempat-tempat suci, serta juga kitab suci. Praktek agama juga dapat mencakup
ritual, khotbah, pemujaan tuhan, dewa atau dewi, pengorbanan, festival, pesta,
trance, inisiasi, jasa penguburan, layanan pernikahan, meditasi, doa, musik,
seni, tari, layanan masyarakat atau aspek lain dari budaya manusia. Agama juga
mengandung mitologi. Agar lebih lengkap mari kita membaca Asal-usul agama.
Bangsa Indo - Eropa percaya ada banyak Dewa pada masa itu.
Sementara Bangsa Semit juga menjadikan ciri khas Bangsa Semit disatukan dengan
kepercayaan satu Tuhan (Monoteisme). Agama Islam, Yahudi, dan Kristen mempunyai
gagasan dasar yang sama yaitu percaya kepada satu Tuhan (Monoteisme). Bangsa
Semit mempunyai pandangan yang Linier terhadap sejarah, seperti sebuah garis
lurus dimana garis itu merupakan lambangan terciptanya Dunia adalah awal dari
kehidupan dan kiamat sebagai akhir dari kehidupan.
Di Zaman
sekarang kota jerusalem adalah kota yang dianggap penting bagi ketiga agama
tersebut. ini juga merupakan suatu bukti bahwa ketiga agama tersebut berasal
dari satu asal yang sama. Di kota jerusalem tersebut terdapat berbagai Sinagog
(Yahudi), Greja ( Kristen), dan juga Mesjid (Islam) yang terkemuka atau
terkenal. Oleh karena itu sungguh disayangkan bahwa kota jerusalem menjadi
tempat sumber pertikaian dimana semua orang saling membunuh satu dengan yang
lain serta berlomba-lomba untuk memperebutkan kota bersejarah ini.
3.2
Latar Belakang Perlunya Manusia Terhadap
Agama
Sekurang-kurangnya ada tiga alasan
yang melatarbelakangi perlunya manusia terhadap agama. Ketiga alasan tersebut
secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut.
1. Fitrah
Manusia
Kenyataan bahwa manusia memiliki
fitrah keagamaan pertama kali dijelaskan dalam ajaran Islam, yakni agama adalah
kebutuhan fitrah manusia. Sebelumnya, manusia belum mengenal kenyataan ini.
Baru di masa akhir-akhir ini, muncul beberapa orang yang menyerukan dan
mempopulerkannya. Fitrah keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang
melatarbelakangi perlunya manusia pada agama.[7] Oleh
karenanya, ketika datang wahyu Tuhan yang menyeru manusia agar beragama, maka
seruan tersebut memang sejalan dengan fitrahnya itu.
Firman Allah Swt
dalam QS.Ar-Rum:30,
تَبْدِيْلَ
لَا عَلَيْهَاۗ النَّاسَ فَطَرَ الَّتِيْ اللّٰهِ فِطْرَتَ حَنِيْفًاۗ لِلدِّيْنِ وَجْهَكَ
فَاَقِمْ
لَا النَّاسِ وَلٰكِنَّ الْقَيِّمُۙ الدِّيْنُ
ۗذٰلِكَ اللّٰهِ لِخَلْقِ
يَعْلَمُوْنَۙ
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui.
2. Kelemahan dan Kekurangan
Manusia
Faktor lainnya yang melatarbelakangi
manusia memerlukan agama adalah karena disamping manusia memiliki berbagai
kesempurnaan juga memiliki kekurangan.[8] Dengan
kekurangan dan kelemahan yang terdapat di dalam dirinya sehingga manusia dengan
fitrahnya merasakan kelemahan dirinya dan kebutuhan kepada Tuhan agar
menolongnya, menjaga dan memeliharanya dan memberinya taufik.
Allah menciptakan manusia dan
berfirman “bahwa manusia telah diciptakan-Nya dengan batas-batas tertentu dan
dalam keadaan lemah. Firman ALLAH SWT, dalam QS.Al-Qomar:49,
بِقَدَرٍ خَلَقْنٰهُ
شَيْءٍ كُلَّ اِنَّا
Artinya: “Sesungguhnya tiap-tiap sesuatu telah kami ciptakan dengan ukuran batas
tertentu”.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan
dirinya dan keluar dari kegagalan-kegagalan tersebut tidak ada jalan lain
kecuali dengan jalan wahyu akan agama.[9]
3. Tantangan
Manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia
memerlukan agama adalah karena manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi
berbagai tantangan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Tantangan
dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan.
Sedangkan tantangan dari luar dapat
berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja
berupaya ingin memalingkan manusia dari Tuhan.
Sebagaimana firman Allah Swt Dalam
surat Al-Anfal ayat 36 yang berbunyi
Artinya:”Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk
menghalangi (orang) dari jalan Allah. mereka akan menafkahkan harta itu,
kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. dan ke dalam
Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan”.
Mereka dengan rela mengeluarkan
biaya, tenaga, dan pikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk
kebudayaan yanag didalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari Tuhan.
Orang-orang kafir dengan sengaja mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk
mereka gunakan agar orang mengikuti keinginannya. Berbagai bentuk budaya,
hiburan, obat-obat terlarang dan lain sebagainya dibuat dengan sengaja. Untuk
itu, upaya mengatasi dan membentengi manusia adalah dengan mengajar mereka agar
taat menjalankan agama. Godaan dan tantangan hidup yang demikian saat ini
semakin meningkat, sehingga upaya mengagamakan masyarakat menjadi penting.
3.3 Kebutuhan Manusia Terhadap Agama
Secara naluri, manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan di luar dirinya. Dapat dilihat
ketika manusia mengalami kesulitan hidup, musibah, dan berbagai bencana.
Manusia mengeluh dan meminta pertolongan kepada sesuatu yang serba maha, yang
dapat membebaskannya dari keadaan tersebut. Naluriah membuktikan manusia perlu beragama dan membutuhkan Sang
Khaliknya.[4]
Beberapa ahli
pakar ada yang berpendapat bahwa benih agama adalah rasa takut yang
kemudian melahirkan pemberian sesajen kepada yang diyakini yang memiliki kekuatan
menakutkan. Seperti yang ditulis oleh Yatimin bahwa pada masa primitif,
kekuatan itu menimbulkan kepercayaan animisme dan dinamisme. Ia memerinci
bentuk penghormatan itu berupa:
1. Sesajian
pada pohon-pohon besar, batu, gunung, sungai-sungai, laut, dan benda alam lainnya.
2. Pantangan
(hal yang tabu), yaitu perbuatan-perbuatan ucapan-ucapan yang dianggap dapat
mengundang murka (kemarahan) kepada kekuatan itu.
3. Menjaga dan
menghormati kemurkaan yang ditimbulkan akibat ulah manusia, misalnya upacara
persembahan, ruatan, dan mengorbankan sesuatu yang dianggap berharga.
Rasa takut
memang salah satu pendorong utama tumbuh suburnya rasa keberagaman. Tetapi itu
merupakan benih - benih yang ditolak oleh sebagian pakar lain. Seperti yang
dikatakan oleh Quraish Shihab bahwa terdapat hal lain yang membuat manusia
merasa harus beragama.[5] Freud
ahli jiwa berpendapat benih agama dari kompleks oedipus. Mula-mula seorang anak
merasakan dorongan seksual terhadap ibunya kemudian membunuh ayahnya sendiri.
Namun pembunuhan ini menghasilkan penyesalan diri dalam jiwa sang anak sehingga
lahirlah penyembahan terhadap ruh sang ayah. Di sinilah bermula rasa agama
dalam jiwa manusia.
a) Faktor Kondisi Manusia
Kondisi manusia terdiri dari
beberapa unsur, yaitu unsur jasmani dan unsur rohani. Untuk menumbuhkan dan
mengembangkan kedua unsur tersebut harus mendapat perhatian khusus yang
seimbang. Unsur jasmani membutuhkan pemenuhan yang bersifat fisik jasmaniah. Kebutuhan
tersebut adalah makan-minum, bekerja, istirahat yang seimbang, berolahraga, dan
segala aktivitas jasmani yang dibutuhkan. Unsur rohani membutuhkan pemenuhan
yang bersifat psikis (mental) rohaniah. Kebutuhan tersebut adalah pendidikan
agama, budi pekerti, kepuasan, kasih sayang, dan segala aktivitas rohani yang
seimbang.
b) Faktor Status Manusia
Status manusia adalah sebagai
makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Apabila dibanding dengan makhluk
lain, Allah menciptakan manusia lengkap dengan berbagai kesempurnaan, yaitu
kesempurnaan akal dan pikiran, kemuliaan, dan berbagai kelebihan lainnya. Dalam
segi rohaniah manusia memiliki aspek rohaniah yang kompleks. Manusia adalah
satu-satunya yang mempunyai akal dan manusia pulalah yang mempunyai kata hati.
Sehingga dengan kelengkapan itu Allah menempatkan mereka pada permukaan yang
paling atas dalam garis horizontal sesama makhluk. Dengan akalnya manusia
mengakui adanya Allah. Dengan hati nuraninya manusia menyadari dirinya tidak
terlepas dari pengawasan dan ketentuan Allah. Dan dengan agamalah manusia
belajar mengenal Tuhan dan agama juga mengajarkan cara berkomunikasi dengan
sesamanya, dengan kehidupannya, dan lingkungannya.
c) Faktor Struktur Dasar Kepribadian
Dalam teori psikoanalisis Sigmun
Freud membagi struktur kepribadian manusia dengan tiga bagian. Yaitu:
1) Aspek Das es yaitu aspek biologis, merupakan
sistem yang orisinal dalam kepribadian manusia yang berkembang secara alami dan
menjadi bagian yang subjektif yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
dunia objektif.
2) Aspek das ich, yaitu aspek psikis yang timbul
karena kebutuhan organisme untuk hubungan baik dengan dunia nyata.
3) Aspek das uber ich, aspek sosiologis yang
mewakili nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat.
3.4 ATHEISME
A. Pengertian dan latar belakangnya atheis
Ateisme adalah sebuah
pandangan filosofi yang tidak memercayai keberadaan Tuhan dan dewa-dewi[1] ataupun penolakan
terhadap teisme.[2][3] Dalam pengertian
yang paling luas, ia adalah ketiadaan kepercayaan pada keberadaan dewa atau Tuhan.[4][5]
Dengan menyebarnya pemikiran bebas, skeptisisme ilmiah, dan kritik terhadap agama, istilah ateis
mulai dispesifikasi untuk merujuk kepada mereka yang tidak percaya kepada
tuhan. Orang yang pertama kali mengaku sebagai "ateis" muncul pada
abad ke-18. Pada zaman sekarang, sekitar 2,3% populasi dunia mengaku sebagai
ateis, manakala 11,9% mengaku sebagai nonteis.[6] Sekitar
65% orang Jepang mengaku sebagai ateis, agnostik, ataupun orang yang tak beragama; dan
sekitar 48%-nya di Rusia.[7] Persentase
komunitas tersebut di Uni Eropa berkisar antara 6% (Italia) sampai dengan 85%
(Swedia).[7]
Pada kebudayaan Barat,
ateis seringkali diasumsikan sebagai tak beragama (ireligius).[8] Beberapa
aliran Agama Buddha tidak
pernah menyebutkan istilah 'Tuhan' dalam berbagai upacara ritual, namun dalam Agama
Buddha konsep ketuhanan yang dimaksud mempergunakan istilah Nibbana.[9] Karenanya
agama ini sering disebut agama ateistik.[10] Walaupun
banyak dari yang mendefinisikan dirinya sebagai ateis cenderung kepada filosofi
sekuler seperti humanisme,[11] rasionalisme, dan naturalisme,[12] tidak ada ideologi
atau perilaku spesifik yang dijunjung oleh semua ateis.[13]
Asal Istilah
atheis yaitu Pada zaman Yunani Kuno, kata sifat atheos (ἄθεος,
berasal dari awalan ἀ- + θεός "tuhan")
berarti "tak bertuhan". Kata ini mulai merujuk pada penolakan tuhan
yang disengajakan dan aktif pada abad ke-5 SM, dengan definisi "memutuskan
hubungan dengan tuhan/dewa" atau "menolak tuhan/dewa".
Terjemahan modern pada teks-teks klasik kadang-kadang menerjemahkan atheossebagai
"ateistik". Sebagai nomina abstrak, terdapat pula ἀθεότης (atheotēs),
yang berarti "ateisme". Cicero mentransliterasi
kata Yunani tersebut ke dalam bahasa Latin atheos.
Istilah ini sering digunakan pada perdebatan antara umat Kristen awal dengan
para pengikut agama Yunani Kuno (Helenis), yang mana masing-masing pihak
menyebut satu sama lainnya sebagai ateis secara peyoratif.[14]
Ateisme pertama
kali digunakan untuk merujuk pada "kepercayaan tersendiri" pada akhir
abad ke-18 di Eropa, utamanya merujuk pada ketidakpercayaan pada Tuhan monoteis.[15] Pada
abad ke-20, globalisasi memperluas
definisi istilah ini untuk merujuk pada "ketidakpercayaan pada semua
tuhan/dewa", walaupun adalah masih umum untuk merujuk ateisme sebagai
"ketidakpercayaan pada Tuhan (monoteis)".[16] Akhir-akhir
ini, terdapat suatu desakan di dalam kelompok filosofi tertentu untuk
mendefinisikan ulang ateisme sebagai
"ketiadaan kepercayaan pada dewa/dewi", daripada ateisme sebagai
kepercayaan itu sendiri. Definisi ini sangat populer di antara komunitas ateis,
walaupun penggunaannya masih sangat terbatas.
B. Demografi Atheis
Adalah
sulit untuk menghitung jumlah ateis di dunia. Para responden survei dapat
mendefinisikan "ateisme" secara berbeda-beda ataupun menarik garis
batas yang berbeda antara ateisme,
kepercayaan non-religius, dan kepercayaan religius non-teis dan spiritual.[53] Selain
itu, masyarakat di beberapa belahan dunia enggan melaporkan dirinya sebagai
ateis untuk menghindari stigma sosial, diskriminasi, danpenganiayaan. Survei tahun
2005 yang dipublikasi dalam Encyclopædia Britannica menunjukkan bahwa
kelompok non-religius mencapai sekitar 11,9% populasi dunia, dan ateis sekitar
2,3%. Jumlah ini tidak termasuk orang-orang yang memeluk agama ateistik,
seperti agama Buddha.[6]
Survei
November-Desember 2006 yang dilakukan di Amerika Serikat dan lima negara Eropa,
dan dipublikasi di Financial Timesmenunjukkan
bahwa orang Amerika (73%) cenderung lebih percaya kepada tuhan/dewa atau
makhluk tertinggi dalam bentuk apapun daripada orang Eropa. Di antara orang
dewasa Eropa yang disurvei, orang Italia adalah yang paling banyak percaya
(62%) dan orang Perancis adalah yang paling rendah (27%). Di Perancis, 32%
mengaku dirinya sebagai ateis, dan 32% lainnya mengaku sebagaiagnostik.[54]
Survei resmi Uni Eropa memberikan
hasil-hasil berikut: 18% populasi Uni Eropa tidak percaya pada tuhan; 27% yakin
akan keberadaan beberapa "makhluk halus atau roh", manakala 52%
percaya pada tuhan-tuhan tertentu. Proporsi orang yang percaya naik menjadi 65%
pada orang-orang yang putus sekolah pada usia 15; responden survei yang
menganggap dirinya berasal dari latar belakang keluarga yang keras juga lebih
cenderung percaya pada tuhan daripada yang merasa dirinya tumbuh di lingkungan
tanpa aturan yang keras.[55]
Sebuah surat yang
dipublikasi di Nature pada
tahun 1998 melaporkan sebuah survei bahwa kepercayaan pada tuhan personal
ataupun kehidupan setelah mati berada dalam posisi terendah di antara para
anggotaAkademi Sains Nasional Amerika Serikat, hanya
7,0% anggota yang percaya pada tuhan personal, dibandingkan dengan lebih dari
85% masyarakat AS secara umumnya.[56] Pada
tahun yang sama pula, Frank Sulloway dari Institut Teknologi Massachusetts dan Michael Shermer dari California State University melakukan sebuah
kajian yang menemukan bahwa pada sampel survei mereka yang terdiri dari orang
dewasa AS yang "dipercayai" (12% Ph.D dan 62% lulusan perguruan
tinggi), 64%-nya percaya pada Tuhan, dan terdapat sebuah korelasi yang
mengindikasikan menurunnya tingkat kepercayaan seiring dengan meningkatnya
tingkat pendidikan.[57]
Korelasi yang
berbanding terbalik antara keimanan dengan kecerdasan juga telah ditemukan pada
39 kajian yang dilakukan antara tahun 1927 sampai dengan tahun 2002, menurut
sebuah artikel dalam MajalahMensa.[58] Penemuan
ini secara luas sesuai dengan meta-analisis statistis
tahun 1958 yang dilakukan oleh Profesor Michael Argyle dari Universitas
Oxford. Ia menganalisa tujuh kajian riset yang telah menginvestigasi
korelasi antara sikap terhadap agama dengan pengukuran kecerdasan pada
pelajar-pelajar sekolah dan perguruan tinggi AS. Walaupun korelasi negatif
ditemukan dengan jelas, analisis ini tidak mengidentifikasi sebab musababnya,
namun menilai bahwa faktor-faktor seperti latar belakang keluarga yang otoriter
dan kelas sosial mungkin memainkan sebagian peran penting.[59]
Pada sensus pemerintah
Australia pada tahun 2006, pada pertanyaan yang menanyakan Apakah
agama anda? Dari keseluruhan populasi, 18,7%
mencentang kotak tak beragama ataupun
menulis sebuah respon yang diklasifikasikan sebagai non-religius (humanisme,
agnostik, ateis). Pertanyaan ini bersifat sukarela dan 11,2% tidak menjawab
pertanyaan ini.[60] Pada
sensus Selandia
Baru 2006 yang menanyakan Apakah
agama anda?, 34,7% mengindikasikan tidak beragama, 12,2% tidak merespon
ataupun keberatan untuk menjawab pertanyaan tersebut.[61]
C. Tumbuhnya Ateis di Indonesia
Di belahan Bumi bagian
manapun, saat ini tidak lepas dari pengaruh pemikiran dari manapun. Termasuk di
kawasan Timur Tengah yang tercatat sebagai kawasan lahirnya agama-agama besar
dunia. Pengaruh ideologi dari Barat tidak dapat begitu saja diabaikan. Kini di
Dunia Timur Tengah pun sudah mulai bermunculan orang-orang yang mengaku sebagai
ateis.
Jumlah penduduk Bumi
dewasa ini sekitar 6,5 milyar manusia. Menurut Survey Encyclopedia Britanica
tahun 2005, hampir 12 persen di antranya adalah orang yang tidak beragama. Dan
2,3 persennya lagi atheis alias tidak ber-Tuhan. (Agus, 2012/16)
Saat ini, ateisme tidak
hanya berkembang di luar negeri. Banyak anak muda terdidik Indonesia mulai
“terjangkiti” pemikiran ateis. Ateisme di Indonesia tumbuh mulai dari kalangan
muda yang pada dasarnya minat mempelajari apapun, termasuk aliran-aliran
pemikiran tertentu sangat tinggi, tidak hanya mereka yang sedang kuliah
di luar negeri, di kampus dalam negeri bahkan kampus-kampus berlatar belakang
agama Islam misalnya, mulai muncul orang ateis. Banyak kelompok-kelompok kajian
yang mereka bentuk di dunia maya. Karena di dunia maya mereka lebih merasa
bebas untuk mengutarakan pemkiran ateisme-nya, mereka dapat berdiskusi dan
bertukar pikiran dengan bebas tanpa rasa takut.
Di dunia maya para
ateis dapat memakai identitas palsu, sehingga mereka merasa bebas beradu
argumentasi “melawan” agama dan tanpa perlu takut terhadap ancaman diskriminasi
dan kekerasan fisik. Karena apabila di dunia nyata mereka diketahui
identitasnya dapat mengancam hubungan sosialnya, misalnya mereka dapat dijauhi
oleh teman-temannya, ditinggalkan oleh keluarganya, atau bahkan mendapat
cemoohan sampai bisa jadi mendapat kekerasan fisik. Hal ini karena memang di
Indonesia, nilai religious masih begitu kuat menyelimuti segala aspek budaya,
mulai dari yang bersifat pribadi sampai pada kehidupan ekonomi, politik, dan
sosial, yang di dalam segala aspek tersebut termuat nilai-nilai religious.
Sehingga orang atheis di Indonesia adalah minoritas. Berbeda dengan yang ada di
Barat misalnya, yang keberadaan orang-orang ateis di sana merupakan hal yang
lumrah dan merupakan bagian dari HAM yang dihormati dan setiap individu diberi
kebebasan berkeyakinan.
Kemudian apa yang
sebenarnya menjadi indicator penyebab tumbuh dan berkembangnya pemikiran ateis
di Indonesia?
Kebebasan berekspresi,
mengungkapkan ide, pendapat, dan gagasan kini begitu terjamin di dunia maya.
Setiap individu mempunyai kesempatan melihat, menunjukan, dan mengkritisi
setiap kejadian yang baru terjadi. Apalagi kondisi politik dan ekonomi, setiap
orang di setiap ruang dunia maya bebas mengungkapkan argument kritis
terhadapnya. Masalah korupsi, yang kini kian menjadi topic yang menarik.
Kondisi Negara saat ini
saya kira bisa jadi salah satu factor tumbuhnya ateisme di Indonesia.
Boboroknya system pemerintahan yang didasarkan pada nilai agama membuat
sebagian masyarakat indonesia mempertanyakan kembali peran agama dalam
mempengaruhi baiknya tingkatan individu, kemudian masyarakat perlahan skeptic
terhadap keberhasilan agama membentuk karakter bangsa yang bermoral. Beberapa
waktu lalu deras berita tentang institusi Negara berdasarkan nilai agama
terlilt korupsi. Kondisi ini semakin membuat kaum ateis Indonesia bersemangat
mengkritisi posisi agama dalam kehidupan dan berusaha menunjukan dirinya dengan
membawa nilai-nilai ateis. Ateis di Indonesia kini mengajak masyarakat untuk
melihat kembali penting dan tidaknya agama dalam membentuk Negara yang ideal.
Kegagalan moralitas agama dalam menciptakan suasana yang kondusif Negara menjadi
dasar argument ateis untuk mengajak masyarakat Indonesia mencoba formulasi baru
tatatnan social-politik, yaitu tatanan yang berdasarkan nilai-nilai sekuler dan
materialis.
Kondisi ini memunculkan
banyak diskusi membahas sila pertama Pancasila. Contohnya diskusi yang terjadi
di website-nya ateis di Indonesia (ABAM (Anda
Bertanya Ateis Menjawab)):
“Tidak ada satu
sila pun dalam Pancasila yang melarang seorang warga negara Indonesia untuk
menjadi ateis, bahkan sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Butir 7 sila
pertama Pancasila sebagai salah satu tafsir berbunyi “Tidak memaksakan suatu
agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.” Butir
ini justru melarang memaksakan agama dan kepercayaannya kepada siapa saja,
artinya, juga kepada ateis. Ini berarti bahwa ateis tidak boleh dipaksa,
diharuskan, atau diwajibkan bertuhan atau beragama.”
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Agama sangat
diperlukan oleh manusia sebagai pegangan hidup sehingga ilmu dapat menjadi
lebih bermakna. Agama adalah kepercayaan akan adanya Tuhan yang
menurunkan wahyu kepada para nabi-Nya untuk umat manusia demi kebahagiaannya di
dunia dan akhirat.
Namun, secara naluri manusia
mengakui kekuatan dalam kehidupan ini di luar dirinya. Dapat dilihat ketika
manusia mengalami kesulitan hidup, musibah, dan berbagai bencana. Manusia
mengeluh dan meminta pertolongan kepada sesuatu yang serba maha, yang dapat
membebaskannya dari keadaannya. Naluriah membuktikan bahwa manusia perlu
beragama dan membutuhkan Sang Khaliknya.
Terdapat tiga alasan yang
melatar belakangi perlunya manusia terhadap agama yaitu, fitrah manusia,
kelemahan dan kekurangan manusia, dan tantangan manusia. Berdasarkan hal-hal
tersebut di atas, maka kebutuhan manusia akan agama Tuhan yang benar lebih
besar daripada kebutuhannya akan unsur-unsur pertama untuk menjaga hidupnya
seperti air, makanan dan udara. Dan tidak ada yang mengingkari atau
memperdebatkan kebenaran ini kecuali pembangkang yang sombong, tidak berguna
kesombongannya dan tidak perlu didengar alasan-alasannya. Manusia beragama
karena memerlukan sesuatu dari agama yaitu memerlukan petunjuk-petunjuk untuk
kebahagiaan hidupnya di dunia dan akhirat.
Pada
pembahasan terakhir ini kami menampung dari pendapat-pendapatteman diskusi yang
mengungkapkan dari lubuk hati yang terdalam merekamasing-masing, antara lain
adalah :
1. Memperbaiki
sistem pendidikan dan politik untuk menghadapi perkembangan Atheis.
2. Harus ada
doktrin pada anak-anak kita bahwa hidup dengan religius itumenenangkan hati.
3. Menghilangkan
dikotomi ilmu.
4. Agar Atheis
berkurang, kita perlu berusaha untuk mengajak seorang Atheismasuk keagama islam
5. Medirikan
organisasi yang bertujuan untuk menggali rasionalitas al-Qur’andan dunia agar
mareka (Atheis) bisa mempercayai al-Qur’an6.
Dengan jalan mempedalami lagi ilmu
agama.
4.2 Saran
Dalam makalah ini penulis menyadari
masih banyak kekurangan yang terdapat didalamnya, baik dari segi penulisan,
susunan kata, bahan referensi, dan lainnya. Oleh karena itu penulis
mengharapkan masukan dari pihak pembaca sebagai pengetahuan untuk mewujudkan
perubahan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Demikianlah
makalah yang sederhana ini saya susun semoga dapat bermanfaat bagi penyusun pada
khususnya dan pembaca pada umumnya. Akhirnya saya merasa kerendahan hati
sebagai manusia yang mempunyai banyak sekali kekurangan. Oleh sebab itu kritik
dan saran–bahkan yang tidak membangun sekalipun- kami tunggu demi kesempurnaan
makalah selanjutnya. Semoga niat baik kita diridhai oleh Allah SWT. Amin.
Daftar
pustaka
Nata,
Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grfindo
Persada, 2004), cet. X.
Syukur,M.Amin,
Prof.Dr.MA. 2003 Pengantar Studi Islam,Semarang:
CV. Bima Sakti
http://dinulislami.blogspot.com/kebutuhan-manusia-terhadap-agama..
tgl akses: 26/10/2014
Prof.
Dr. H. Abuddin Nata, M.A. Metodologi
Studi Islam. Jakarta: Rajawali Pers. 2010.
0 comments:
Post a Comment