MAKALAH
Sebab
Sebab Dan Motif Pepecahan Pada Umat Islam
Disusun Guna Memenuhi Tugas Kuliah Aswaja
Dosen Pengampu : Drs. Ikhwanudin M.pd
Disusun
oleh :
Rizki
Oktaviani NPM : 181130064
Program
Study :
Perbankan Syariah
FAKULTAS
SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM MA’ARIF
TAHUN
2018/2019
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat, taufik , dan hidayah-Nya, sehingga dapat tercipta sebuah makalah guna memenuhi tugas mata kuliah Aswaja(Ahlussunnah Wal Jamaah)
Makalah ini takkan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Bapak selaku dosen mata kuliah Aswaja (Ahlussunnah Wal Jamaah)
2.
Orang tua saya
yang telah memberi motivasi, serta memfasilitasi dalam berjalannya penyusunan
makalah ini, dan tentunya yang selalu mendo’akan demi kesuksesan anaknya ini.
3.
Seluruh
rekan-rekan yang telah membantu, memotivasi dalam penyusunan makalah ini
Dalam makalah ini Kami bermaksud menuturkan materi
yang akan dikaji dalam kegiatan belajar mengajar. Makalah ini bukanlah
makalah yang sempurna, jadi tidak lepas dari sebuah kesalahan. Oleh karena itu,
Kami memohon kritik dan saran yang dapat membangun untuk masa yang akan
datang.
Metro, 5 oktober 2018
(Rizki
Oktaviani)
Daftar Isi
Kata
Pengantar ......................................................................................................... i
BAB I
Pendahuluan................................................................................................................1
1.1 Latar
Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan
Masalah................................................................................................1
1.3 Tujuan
Penulisan 1
BAB II
Kajian Teoritik
2.1
sebab sebab pepecahan menurut beberapa versi...................................... 2
BAB III
Pembahasan .........................................................................................................3
3.1
Sebab
sebab perpecahan umat agama ..........................................................3
BAB IV
Penutup
4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 12
4.2 Kritik Dan Saran ..................................................................................... 12
Daftar Pustaka
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Menilik kata perpecahan yang dalam bahasa Arabnya
adalah Al Iftiraaq (الافتراق), ternyata berasal dari kata
المفارقة yang berarti المباينة (perpisahan), المفاصلة (pemisahan) dan الانقطاع
(pemutusan). Kata iftiraaq juga diambil dari pengertian
memisahkan diri dan nyeleneh, seperti ungkapan: الخروج عن الأصل (keluar
dari kaedah), الخروج عن الجادة (keluar dari biasanya).
Sedangkan dalam
pengertian para ulama, kata iftiraaq berarti keluar
(menyimpang) dari As Sunnah dan Al Jama’ah pada satu pokok atau lebih dari
pokok-pokok agama yang sudah baku dan pasti (qath’i), baik pada
pokok-pokok ajaran aqidah atau pokok ajaran amaliyah yang berhubungan dengan
hal-hal yang qath’I atau yang berhubungan dengan kemaslahatan besar umat ini atau
yang berhubungan dengan keduanya sekaligus (lihat kitab al- Iftiraaq).
Hal ini ditunjukkan
oleh hadits Abu Hurairah yang berbunyi:
عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ خَرَجَ مِنْ الطَّاعَةِ
وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَمَاتَ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً وَمَنْ قَاتَلَ تَحْتَ
رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ يَغْضَبُ لِعَصَبَةٍ أَوْ يَدْعُو إِلَى عَصَبَةٍ أَوْ
يَنْصُرُ عَصَبَةً فَقُتِلَ فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ وَمَنْ خَرَجَ عَلَى أُمَّتِي
يَضْرِبُ بَرَّهَا وَفَاجِرَهَا وَلَا يَتَحَاشَى مِنْ مُؤْمِنِهَا وَلَا يَفِي
لِذِي عَهْدٍ عَهْدَهُ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ ([() رواه مسلم .]) .
Dari Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam beliau bersabda: “siapa yang keluar dari ketaatan dan
meninggalkan jama’ah lalu ia mati, maka ia mati seperti kematian orang
jahiliyah dan siapa yang berperang dibawah panji yang tidak jelas, marah karena
kesukuan atau mengajak kepada kesukuan atau menolong karena kesukuan lalu
terbunuh maka ia terbunuh seperti terbunuhnya orang jahiliyah. Siapa yang
memberontak dari umatku, memukul (membunuh) yang baik dan yang fajirnya dan
tidak memperdulikan dari kemukminannya serta tidak menunaikan janjinya kepada
orang yang dijanjikan maka ia bukan dariku dan aku lepas diri darinya” (HR.
Muslim)) .
1.2 rumusan
masalah
1.
apa saja penyebab-penyebab perpecahan
dalam islam?
2.
Jelaskan ayat-ayat apa saja yang terkait
dengan perpecahan ini?
1.3 tujuan
penulisan
Dalam makalah ini penulis bertujuan untuk membagi
sedikit pengetahuan kepada pembaca mengenai hal-hal yang menyangkut agama islam
diantaranya, di harapkan agar pembaca mengetahui sebab sebab perpecahan agama,
serta di harapkan pembaca memahami beberapa teori mengenai perpecahan agama menurut vesinya
yang akan di jabarkan dalam bab III dalam makalah ini.
BAB
II
KAJIAN
TEORIK
·
Al-Ustadz Abu Hafs Umar
Sesungguhnya musuh-musuh Islam, baik dari kalangan setan maupun
orang-orang kafir, sangat bersemangat dalam memecah belah persatuan umat Islam.
Sebab, dengan perpecahan, umat ini akan melemah dan mudah dikuasai oleh
musuh-musuhnya. Seorang mukmin yang memiliki kecemburuan terhadap agamanya
tentu mendambakan persatuan umat dan tidak menginginkan perpecahan. Perpecahan
dalam menjalankan agama memang sangat dicela dalam ajaran Islam.
·
Syaikh Abdullah al-Ubailan hafizhahullah
berkata, “Mereka -Ahlus Sunnah- meyakini
bahwa sebab utama perpecahan adalah sikap sektarian dan suka bergolong-golongan
pada diri sebagian kaum muslimin terhadap suatu kelompok tertentu, jama’ah
tertentu, atau sosok tertentu selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan para sahabatnya yang mulia.” (al-Ishbah,
hal. 85)
BAB III
PEMBAHASAN
33.1 Sebab-sebab Perpecahan
Perpecahan pasti terjadi!
Apakah perpecahan dalam umat ini satu keniscayaan?
Jawabannya adalah benar, perpecahan dalam umat ini merupakan sunatullah yang
pasti terjadi dan telah terjadi. Adapun dasar argumentasi pernyataan ini
adalah:
1. Berita yang masyhur dari Nabi tentang terjadinya
perpecahan dalam umat ini, diantaranya hadits iftiqatul ummat yang
berbunyi:
افْتَرَقَتِ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً
، وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً ،
وَسَتَفْتَرِقُ هَذِهِ الأُمَّةُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً
“Orang-orang Yahudi telah berpecah belah dalam
tujuh puluh satu kelompok dan Nashora berpecah belah menjadi tujuh puluh dua
kelompok serta umat ini akan pecah menjadi tujuh puluh tiga kelompok”. (HR
al-Tirmidzi).
2. Nabi telah mengkhabarkan bahwa umat ini akan
mengikuti umat-umat terdahulu dalam sabda beliau:
لَتُتَّبَعَنَّ سُنَنُ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا
بِشِبْرٍ ، وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ ، حَتَّى لَوْ دَخَلُوْا جُحْرَ ضَبٍّ
تَبَعْتُمُوْهُ )) . قُلْنَا : يَا رَسُوْلَ اللهِ ، الْيَهُوْدُ وَالنَّصَارَى ؟!
قَالَ : (( فَمَنْ )) ([() أخرجه البخاري ، فتح الباري ، 13/300 . ومسلم ، رقم
(2669) .]) ؟!
“Sungguh jalan orang-orang sebelum kalian akan
diikuti sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi hasta hingga seandainya
mereka masuk lubang Dhobb tentulah kalian akan mengikutinya. Kami bertanya:
Wahai Rasululloh apakah yahudi dan nashrani?! Beliau menjawab: Siapa lagi?!”
(HR. Bukhari – Muslim)
Hal ini menunjukkan bahwa Nabi -dalam rangka
memperingatkan umat ini- menceritakan bahwa umat ini akan berpecah belah secara
pasti. Namun tidaklah terjadinya perpecahan adalah celaan kecuali untuk orang
yang memecah atau memisahkan diri dari jamaah muslimin.
Kalau demikian jelaslah kepastian terjadinya
perpecahan pada umat ini, walaupun belum dibuktikan dengan realita. Sebab
banyaknya peringatakan akan sesuatu menunjukkan kepastian ada dan akan
terjadinya sesuatu itu.
Nash-nash yang ada dalam al-Qur`an dan sunnah yang
berisi peringatan dari mengikuti jalan-jalan yang tidak lurus, diantaranya :
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ
تَتَفَرَّقُوْا [ آل عمران : 103 ]
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama)
Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai:, (QS. Al Imran: 103)
وَلاَ تَنَازَعُوْا فَتَفْشَلُوْا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ
[ الأنفال : 46 ]
“dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang
menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu” (QS. Al Anfal: 46)
وَلاَ تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ تَفَرَّقُوْا
وَاخْتَلَفُوْا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ [ آل عمران:
105 ]
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang
bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada
mereka” (QS. Al Imran: 105)
وأَنَّ هَذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ
وَلاَ تَتَّبِعُوْا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِ [ الأنعام : 153
]
“dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah
jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan
(yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya” (QS.
Al An’am: 153)
Ayat-ayat ini dijelaskan Nabi dengan terperinci dalam
hadits Ibnu Mas’ud yang berbunyi:
خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ خَطًّا ثُمَّ قَالَ هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ ثُمَّ خَطَّ خُطُوطًا عَنْ
يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ هَذِهِ سُبُلٌ مُتَفَرِّقَةٌ عَلَى كُلِّ
سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ ثُمَّ قَرَأَ إِنَّ هَذَا صِرَاطِي
مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ
سَبِيلِهِ
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menggaris
satu garis kepada kami, kemudian bersabda; inilah jalannya Allah. Kemudian
menggaris beberapa garis dari sebelah kanan dan kirinya. Kemudian berkata:
Inilah jalan-jalan yang berpecah-pecah, setiap jalan darinya ada syeitan yang
menyeru. Kemudian membaca firman Allah. “dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini
adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti
jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari
jalan-Nya. (QS. 6:153)”
Demikian juga Allah melarang kita berselisih, seperti
dalam firmanNya:
وَلاَ تَنَازَعُوْا فَتَفْشَلُوْا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ
[ الأنفال : 46 ]
“dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang
menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu” (QS. Al Anfal: 46)
Allah juga mengancam orang yang keluar dari jalannya
kaum mukminin dalam firmanNya:
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُوْلَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ
لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيْلِ الْمُؤْمِنِيْنَ نُوَلِّهِ مَا
تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيْرًا [ النساء
: 115 ]
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudahjelas
kebenaran baginya. dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min,
Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami
masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali” (QS.
An Nisaa: 115)
Nabi memberikan hukuman tertentu bagi orang yang
melakukan iftiraaq yang menunjukkan hal itu akan terjadi.
Seperi sabda beliau :
(( لاَ يَحِلُّ دَمُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَنِّيْ رَسُوْلُ اللهِ إلَّا بِإِحْدَى ثَلاَثٍِ :
الثَّيْبُ الزَّانِيْ ، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ ، وَالتَّارِكُ لِدِيْنِهِ
الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ )) ([() متفق عليه ، البخاري ، 4/317 . ومسلم ، 5/106
.]) .
“Tidak dihalalkan darah seorang muslim yang
bersyahadatain kecuali dengan sebab tiga perkara; orang yang telah menikah
berzina, jiwa dengan jiwa dan orang yang meninggalkan agamanya lagi
meninggalkan jama’ah” (Muttafaqun ‘alaih)
Nabi pun telah menceritakan realitas perpecahan pada
umat ini ketika menceritakan kemunculan Khawarij, seperti sabda beliau:
عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ يَأْتِي فِي آخِرِ
الزَّمَانِ قَوْمٌ حُدَثَاءُ الْأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الْأَحْلَامِ يَقُولُونَ مِنْ
خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ يَمْرُقُونَ مِنْ الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُقُ
السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ لَا يُجَاوِزُ إِيمَانُهُمْ حَنَاجِرَهُمْ
فَأَيْنَمَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ فَإِنَّ قَتْلَهُمْ أَجْرٌ لِمَنْ
قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Dari Ali bin Abi Thalib beliau berkata: Aku telah
mendengar Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Akan
datang diakhir zaman satu kaum yang berusia muda dan lemah akalnya, mereka
berkata dari sebaik-baiknya perkataan manusia. Mereka meninggalkan islam
sebagaimana anak panah keluar menemui sasarannya. Iman mereka tidak melewati
tenggorokan mereka. Dimana kalian temui mereka maka bunuhlah, karena membunuh
mereka adalah pahala bagi yang membunuhnya dihari kiamat” (HR. Bukhari)
Jelaslah dari dalil-dalil diatas bahwa realita
perpecahan umat tidak dapat dipungkiri lagi. Ini semua sebagai ujian dan fitnah
kepada umat islam dan ini semua sudah menjadi sunnatullah yang tidak mungkin
dirubah. Walaupun tetap perpecahan tersebut tercela. Karenanya sudah menjadi
kewajiban seorang muslim mengetahuinya dan mengetahui siapa yang benar dan
menjauhi semua yang dapat menggelincirkannya dari jalan yang lurus.
(Diiringkas dari Majalah al-Buhuts
al-Islamiyah Edisi 46 hal 343-351)
Bila kita ingin mensensus sebab-sebab
perpecahan sejak zaman dahulu hingga
zaman kiwari ini tentulah akan banyak sekali. Namun disini hanya disampaikan
sebagian yang terpenting dan pokok saja, yaitu:
- Tipu daya
dan konspirasi musuh-musuh Islam, baik yang menampakkan
kekufurannya seperti yahudi dan salibis ataupun yang menampakkan keislaman
dengan tujuan melemahkan kekuatan dan menumbuhkan perselisihan diantara
kaum muslimin. Mereka melakukan gerakan rahasia dan bawah tanah untuk
menyebarkankebatilan dan makar busuk mereka. Sebagian mereka mendapatkan
kedudukan dan tempat yang memudahkan mereka berbuat demikian. Sebagai
contoh Ibnu al-Muqaffa’ al-Majusi, al-Baramikah (keluarga al-Barmaki)
termasuk yang memiliki kisah dan peran besar ketika masa-masa hilangnya
kesadaran islam. Yang lebih besar lagi adalah Perdana mentri Ibnu
al-‘Alqami dan al-Naashir al-Thusi yang keduanya memiliki peran besar
masukkan bangsa Tartar menghancurkan peradaban islam diwilayah timur.
Demikian juga yang berbentuk negara seperti dua negara syi’ah yaitu Daulah
Fathimiyah dan Isma’iliyah , Daulah al-Thuluniyah dan al-Hamadaaniyah
serta lainnya. Mereka ini memiliki pengaruh besar dalam menghancurkan
kesatuan umat dan menjadikan kekhilafahan islamiyah menjadi negara-negara
kecil seperti sekarang ini.
Hal ini telah diisyaratkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam sabda beliau:
“يُوْشَكُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ الأمَمُ كَمَا
تَدَاعَى الأكَلَةُإِلَى قَصْعَتِهَا” فَقَالَ قَائِلٌ: أَوَمِنْ قِلّةٍ نَحْنُ
يَوْمَئِذٍ؟ قَالَ: “بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيْرٌ، وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ
كَغُثَاءِ السَّيْلِ، وَلَيَنْزَعَنَّ اللّه مِنْ صُدُوْرِ عَدُوِّكُمْ
الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ، وَلَيُقْذِفَنَّ اللّه فِي قُلُوْبِكُمُ الْوَهْنَ”
فَقَالَ قَائِلٌ: يَارَسُوْلَ اللّه، وَمَا الْوَهْنُ؟ قَالَ: “حُبُّ الدُّنيَا
وَكَرَاهِيَّةُ الْمَوْتِ”.
“Dari Tsauban beliau berkata, telah bersabda
RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam :”nyaris sudah para
umat-umat (selain Islam) berkumpul (bersekongkol) menghadapi kalian sebagaimana
berkumpulnya orang-orang yang makan menghadapi bejana makanannya” lalu bertanya
seseorang:’apakah kami pada saat itu sedikit?” beliau menjawab :”tidak, bahkan
kalian pada saat itu banyak, akan tetapi kalian itu buih seperti buih banjir,
dan Allah akan menghilangkan dari diri musuh-musuh kalian rasa takut terhadap
kalian dan menimpakan kedalam hati-hati kalian wahn (kelemahan),”, lalu
bertanya lagi :’wahai rasululloh apa wahn (kelemahan) itu?”, kata beliau
:”cinta dunia dan takut mati””.[Shohih lighairihi (shohih lantaran ada yang
lain yang menguatkannya (pen)) dikeluarkan oleh Abu Daud (4297) dari jalan
periwayatan ibnu Jabir, ia berkata telah menceritakan kepadaku Abu Abdussalam
darinya (Tsauban) secara marfu’]
- Kebodohan
terhadap agama, karena keselamatan ada pada ilmu dan kebinasaan ada pada kebodohan.
Kebodohan disini bermakna ketidak tahuan terhadap aqidah dan syari’at,
bodoh terhadap sunnah, ushul, kaedah dan manhajnya, bukan hanya sekedar
tidak memiliki pengetahuan saja; sebab seorang terkadang cukup memiliki
hal-hal yang menjaga dirinya dan menjaga agama dengannya lalu menjadi alim
dengan agamanya walaupun belum menjadi pakar dalam ilmu. Sebaliknya
terkadang ada orang yang mengetahui banyak pengetahuan dan dipenuhi dengan
informasi dan maklumat, namun tidak mengetahui ushul dan kaedah dasar
agama. Hingga ia tidak mengetahui ushul aqidah dan hukum-hukum iftiraaq
serta hukum-hukum bergaul dengan orang lain, ini musibah besar. Memang
kebodohan adalah satu musibah dan menjadi sebab pokok perpecahan. Allah
berfirman: “Katakanlah:”Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui” (QS. 39:9)
Sufyan al-Tsauri menyatakan:
لعالم واحد أشد على الشيطان من مائة عابد
“Sungguh seorang alim lebih ditakuti syaitan dari
seribu ahli ibadah“.
Sedangkan Abu al-‘Aliyah menyatakan:
Sedangkan Abu al-‘Aliyah menyatakan:
( تعلموا الإسلام فإذا تعلمتموه فلا ترغبوا عنه) رواه
الآجري في كتاب الشريعة ص ( 31)
“Belajarlah islam, apabila kalian telah mempelajarinya
maka jangan membencinya” (Diriwayatkan Al Ajurri dalam kitab Asy
Syari’ah, 1/31)
- Ketidak
beresan dalam manhaj menerima ilmu agama (talaqqi). Kita
dalam menerima ajaran agama harus mengikuti manhaj yang sudah ada sejak
zaman Rasululloh dan para salaf umat ini hingga sekarang. Manhaj tersebut
mencakup ilmu, amal, mengambil petunjuk dan teladan, suluk prilaku dan
pergaulan. Hal ini dilakukan dengan lebih memperhatikan kaedah-kaedah
syari’at dan ushul-ushul umum daripada sekedar perhatian pada masalah
praktis dan kuantitas jumlah nash.
Hal ini dapat diwujudkan dengan mengambil ajaran islam dari generasi teladan dan ulama-ulama besar yang kredibel. Ilmu tersebut diambil dengan bertahap baik jenis dan ukurannya sesuai dengan kemampuan dan kesiapan yang ada. Ilmu yang dapat menjadikan seseorang menjadi ahli dalam agamanya yaitu ilmu yang didasarkan kepada al-Qur`an, Sunnah dan atsar yang shohih dari para ulama umat.
Diantara fenomena kesalahan dalam talaqqi adalah:
a. Mengambil ilmu bukan dari ahlinya. Seperti diisyaratkan Rasulullah dalam sabdanya:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا
يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ
حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا
فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا ([() البخاري في كتاب الاعتصام
بالكتاب والسنة ، الفتح 13/282 . وروي بألفاظ أخرى عند مسلم وأحمد والترمذي وابن
ماجه وأبي دواد .]) .
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu sekali
cabut yang ia cabut dari hambaNya, namun mencabut ilmu dengan memawafatkan para
ulama hingga bila tidak sisa seorang alimpun maka manusia menganggkat para
tokoh yangbodoh lalu mereka ditanya dan berfatwa tanpa ilmu. Lalu mereka sesat
dan menyesatkan” (HR Al-Bukhori)
b. Tidak merujuk kepada para ulama sama sekali (الاستقلالية عن العلماء والأئمة ).
c. Meremehkan dan merendahkan para ulama (ازدراء العلماء واحتقارهم والتعالي عليهم ).
d. Menganggap ittiba’ kepada ulama besar umat ini sebagai taklid (اعتبار اتباع الأئمة على هدى وبصيرة تقليدًا).
b. Tidak merujuk kepada para ulama sama sekali (الاستقلالية عن العلماء والأئمة ).
c. Meremehkan dan merendahkan para ulama (ازدراء العلماء واحتقارهم والتعالي عليهم ).
d. Menganggap ittiba’ kepada ulama besar umat ini sebagai taklid (اعتبار اتباع الأئمة على هدى وبصيرة تقليدًا).
- Kezhaliman
dan kedengkian diantara mereka sehingga mereka saling bunuh dan berpecah belah.
Sebagaimana difirmankan Allah: “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di
sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi
Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena
kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap
ayat-ayat Allah sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”. (QS. Al
Imran: 19)
Demikianlah ambisi ingin menjadi orang nomor satu dan saling aniaya menjadi salah satu sebab perpecahan. Oleh karena itu Nabi memperingatkan kita dalam sabda beliau:
لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ
رِقَابَ بَعْضٍ
“Jangan kalian kembali setelahku menjadi kafir,
sebagian kalian membunuh sebagian lainnya” (HR al-Bukhari)
Itulah yang menjadikan musuh-musuh islam berhasil mengalahkan kaum muslimin, sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:
Itulah yang menjadikan musuh-musuh islam berhasil mengalahkan kaum muslimin, sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:
إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِيَ الْأَرْضَ فَرَأَيْتُ
مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ
لِي مِنْهَا وَأُعْطِيتُ الْكَنْزَيْنِ الْأَحْمَرَ وَالْأَبْيَضَ وَإِنِّي
سَأَلْتُ رَبِّي لِأُمَّتِي أَنْ لَا يُهْلِكَهَا بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ لَا
يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ فَيَسْتَبِيحَ
بَيْضَتَهُمْ بَيْضَتَهُمْ وَإِنَّ رَبِّي قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي إِذَا
قَضَيْتُ قَضَاءً فَإِنَّهُ لَا يُرَدُّ وَإِنِّي أَعْطَيْتُكَ لِأُمَّتِكَ أَنْ
لَا أُهْلِكَهُمْ بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ لَا أُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا
مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ يَسْتَبِيحُ بَيْضَتَهُمْ وَلَوِ اجْتَمَعَ عَلَيْهِمْ
مَنْ بِأَقْطَارِهَا أَوْ قَالَ مَنْ بَيْنَ أَقْطَارِهَا حَتَّى يَكُونَ
بَعْضُهُمْ يُهْلِكُ بَعْضًا وَيَسْبِي بَعْضُهُمْ بَعْضًا
“Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menyatukan untukku
dunia, lalu aku melihat timur dan baratnya dan sesungguhnya umatku akan sampai
kekuasaannya seluas yang disatukan Allah untukku dan aku diberi dua harta
simpanan yaitu emas dan perak lalu aku memohon kepada Robb-ku untuk umatku agar
dia tidak menghancurkannya dengan kelaparan yang menyeluruh, dan menguasakan
atas mereka musuh-musuhnya dari selain mereka sendiri lalu menghancurkan
seluruh jama’ah mereka, dan Robb-ku berkata:” wahai Muhammad, sesungguhnya aku
jika telah memutuskan satu qadho’ maka tidak dapat ditolak, dan aku telah memberikan
kepadamu untuk umatmu bahwa aku tidak akan menghancurkan mereka dengan
kelaparan yang menyeluruh dan tidak akan menguasakan atas mereka musuh-musuh
dari selain mereka yang menghancurkan seluruh jamaahnya walaupun mereka telah
berkumpul dari segala penjuru – -atau mengatakan: orang yang ada diantara
penjuru dunia-sampai sebagian mereka membunuh dan menjadikan rampasan perang
sebagian yang lainnya”[ HSR Muslim (2889)].
- Kebid’ahan
dalam agama.
Contohnya kebudayaan
kebudayaan atau adat istiadat yang di buat oleh asyarakat
- Sikap
ekstrim dalam agama. Hal ini dilarang Allah
dalam firmanNya:
“Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar..” (QS. 4:171)
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pun melarangnya dalam sabda beliau:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي
الدِّينِ فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ
“Wahai sekalian manusia, hati-hatilah dari sikaf
berlebihan dalam agama, karena orang sebelum kalian binasa karena sikap
berlebihan dalam agama” (HR Ibnu Majah dan Ahmad)
Hal itu karena agama ini dibangun diatas pengamalan hukum-hukum syari’at dengan memperhatikan kemudahan, meringankan kesulitan dan mengambil keringanan pada tempatnya serta prasangka baik kepada manusia dan kasih sayang kepada mereka. Tidak keluar dari hal-hal ini kecuali dengan mashlahat yang kuat dalam pandangan ulama. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
Hal itu karena agama ini dibangun diatas pengamalan hukum-hukum syari’at dengan memperhatikan kemudahan, meringankan kesulitan dan mengambil keringanan pada tempatnya serta prasangka baik kepada manusia dan kasih sayang kepada mereka. Tidak keluar dari hal-hal ini kecuali dengan mashlahat yang kuat dalam pandangan ulama. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
(( إن الدين يسر ، ولن يشاد الدين أحد إلا غلبـه ،
فسددوا وقاربوا وأبشروا واستعينوا بالغدوة والروحة وشيء من الدلجة ))
“Agama itu mudah, tidaklah seorang itu ekstrim
dalam agama kecuali akan kalah, maka luruslah, dekatilah (kesempurnaan),
berilah kabar gembira dan gunakanlah waktu pagi dan sore dan sedikit dari
tengah malam“.
- Meniru dan
mengekor kepada umat-umat terdahulu, sebagaimana dijelaskan
Rasululloh dalam sabda beliau:
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى أُمَّتِي مَا أَتَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ حَذْوَ النَّعْلِ بِالنَّعْلِ حَتَّى إِنْ كَانَ مِنْهُمْ مَنْ أَتَى أُمَّهُ عَلَانِيَةً لَكَانَ فِي أُمَّتِي مَنْ يَصْنَعُ ذَلِكَ وَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي
“Akan datang kepada umatku apa yang telah menimpa bani Isro’il sama persis hingga bila ada dari mereka orang yang menzinahi ibunya terang-terangan pasti akan ada pada umatku yang berbuat demikian. Sungguh bani Isro’il telah berpecah belah dalam tujuh puluh satu kelompok dan umat ini akan pecah menjadi tujuh puluh tiga kelompok seluruhnya di neraka kecuali satu. Mereka bertanya: Siapakah ia wahai Rasulullah!? Beliau menjawab: Yang mengikuti ajaranku dan sahabat-sahabatku” (HR al-Tirmidzi).
Imam al-Aajuri menyatakan: “Seorang alim yang berakal yang membuka lembaran keadaan umat ini tentu mengetahui bahwa kebanyakan umat ini dan keumumannya berjalan urusan mereka sesuai jalan-jalannya ahli kitab (Yahudi dan Nashrani)” (Al-Syari’ah hal. 20).
Diantaranya adalah terpengaruhnya kaum muslimin dengan pemikiran dan filsafat yang datangnya dari negeri kafir. Hal ini diawali dengan diterjemahkannya ilmu-ilmu umat lain seperti Yunani dan India yang didasarkan pada tsaqafah paganisme. Terjemahan ini dimulai diakhir masa kekhilafahan bani Umayyah pada tahun dua ratusan hijriyah ketika Kholid bin Yazid bin Mu’awiyah sangat menggemari ilmu-ilmu dan filsafat orang terdahulu, kemudian tambah menjadi-jadi pada masa kekhilafahan Ma’mun dengan mengutus delegasi kepada para raja di negara-negara lain untuk mengambil manuskrip ilmu-ilmu pengetahuan tersebut berikut kitab-kitab filsafat hingga merusak aqidah muslimin.
Oleh karena itu didapatkan sekte-sekte menyimpang dalam islam telah mengambil sebagian pokok ajarannya atau kebanyakannya dari agama-agama terdahulu. Contohnya Rafidhoh Syi’ah mengambil dari Yahudi dan Majusi, Jahmiyah dan Mu’tazilah mengambil dari Shobi’iyah dan filsafat Yunani dst.
BAB IV
PENUTUP
4.1 kesimpulan
Demikianlah, perbedaan yang terjadi
ditengah-tengah kaum muslimin sesungguhnya bukanlah masalah yang harus berujung
pada perpecahan akan tetapi lebih pada keindahan yang terwujud dalam
keanekaragaman khazanah keilmuan dalam islam, hanya saja akibat dari 4 faktor
di atas, perbedaan itu kini justru menjadi bom waktu yang siap meledak kapan
saja dan bisa dimanfaatkan untuk kepentingan siapa saja, semoga Allah
memberikan pertolongannya sehingga kaum muslimin dapat berlepas dari
permasalahan-permasalahan tersebut dan segera memiliki perisai sehingga
dengannya urusan-urusan kaum muslimin dapat ditunaikan dan keutuhannya dapat
terjaga. Wallau a’llam bisshawab.
·
Berpegang teguh dengan al-Kitab dan as-Sunnah dengan
benar -sebagaimana dipahami Nabi dan para sahabat- membuahkan persatuan yang
sejati, bukan justru mengobarkan perpecahan di tengah-tengah umat, terlebih
lagi di kalangan para da’i…!
·
Apabila perpecahan itu telah terjadi, maka sebabnya
adalah tidak mewujudkan salah satu di antara ketiga hal di atas. Bisa jadi
karena perbedaan aqidah, atau tidak mau merujuk kepada al-Kitab dan as-Sunnah,
atau karena tidak merujuk kepada ulil amri (ulama dan umara) dan menasehati
mereka dengan cara yang bijak.
·
Seorang muslim hendaknya tidak segan untuk mengalah, menjaga
persatuan, dan lebih mengutamakan kemaslahatan umat di atas kepentingan pribadi
dan golongan.
·
Seorang muslim -apalagi penuntut ilmu dan da’i-
semestinya memperhitungkan dampak dari pendapat atau ucapan yang dilontarkannya
di hadapan manusia, apakah hal itu menimbulkan kekacauan di tengah-tengah
mereka ataukah tidak.
·
Sebuah pelajaran berharga, bahwa perpecahan tidak akan
teratasi dengan perpecahan pula. Perpecahan hanya bisa diatasi dengan persatuan
yang sejati. Barangsiapa mengira bahwa perpecahan bisa diatasi dengan
sikap ta’ashub kepada sosok tertentu selain Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallam, maka sungguh dia telah keliru!
Dafta pustaka
·
(Diiringkas dari Majalah al-Buhuts al-Islamiyah Edisi 46 hal 343-351)
·
Minhajus Sunnah, 5/247،248)
·
(lihat kitab Al-Iftiraq)
·
0 comments:
Post a Comment