A. Ijarah
1. Pengertian Ijarah
Menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunah, al ijarah berasal
dari kata al-ajru (upah) yang berarti al-iwadh (ganti/kompensasi).
Menurut pengertian syara’ ijarah berarti akad pemindahan hak guna
dari barang atau jasa yang diikuti dengan pembayaran upah atau biaya
sewa tanpa disertai dengan perpindahan hak milik.1
Ulama hanafiyah berpendapat ijarah adalah akad atau suatu
kemanfaatan dengan pengganti. Sedangkan ulama Syafi’iyah
berpendapat bahwa ijarah adalah akad atas suatu kemanfaatan yang
mengandung maksud tertentu dan mubah, serta menerima pengganti
atau kebolehan dengan pengganti tertentu. Adapun ulama Malikiyyah
dan Hanabilah menyatakan bahwa ijarah adalah menjadikan milik
suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu tertentu dengan
pengganti.2
Menurut fatwa DSN MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang
pembiayaan Ijarah, Ijarah adalah akad pemindahan hak guna
(manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
barang itu sendiri. Dengan demikian akad ijarah tidak ada perubahan
kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang
menyewakan pada penyewa.3
1
Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah Di Indonesia Edisi 3, Jakarta: Salemba
Empat, 2013, h. 228.
2 Rachmat Syafi’i, Fiqh Muamalah, Bandung: CV Pustaka Setia, 2001, h. 121-122.
3
Fatwa DSN NO.09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah. Lihat dalam
Himpunan Fatwa DSN untuk Lembaga Keuangan Syariah, Edisi Pertama, DSN-MUI, BI, 2001, h.
Definisi fiqh Al-ijarah disebut pemindahan hak guna (manfaat)
atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran
sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu
sendiri.4
Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik pengertian
bahwa Ijarah adalah suatu jenis perikatan atau perjanjian yang
bertujuan mengambil manfaat suatu benda yang diterima dari orang
lain dengan jalan membayar upah sesuai dengan perjanjian dan
kerelaan kedua belah pihak dengan rukun dan syarat yang telah
ditentukan.
Dengan demikian Ijarah itu adalah suatu bentuk muamalah
yang melibatkan dua belah pihak, yaitu penyewa sebagai orang yang
memberikan barang yang dapat dimanfaatkan kepada si penyewa
untuk diambil manfaatnya dengan penggantian atau tukaran yang telah
ditentukan oleh syara’ tanpa diakhiri dengan kepemilikan.
Ada dua jenis Ijarah dalam hukum islam :
a. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan
jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa.
b. Ijarah yang berhubungan dengan sewa asset atau properti, yaitu
memindahkan hak untuk memakai dari asset tertentu kepada
orang lain dengan imbalan biaya sewa.5
4 Muhammad, Model-model akad pembiayaan di bank syariah, Yogyakarta: UUI Press,
2009, h. 124.
5 Ascara, akad dan produk bank syariah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008, h. 99.
Landasan Hukum Ijarah
Dasar hukum atau landasan hukum ijarah adalah Al-Qur’an, Al-Hadits,
dan Ijma’. Dasar hukum ijarah dari Al-Qur’an adalah Surat At-Thalaq:
6 dan Al-Qashash: 26.
a. Al-Qur’an
1) At-Thalaq: 6
Artinya: tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu
bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan
janganlah kamu menyusahkan mereka untuk
menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteriisteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka
berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka
bersalin, kemudian jika mereka menyusui (anakanak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka
upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu
(segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui
kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan
(anak itu) untuknya.” (QS. Ath-Thalaq: 6)6
2) Al-Qashash: 26
6 Dwi Swiknyo, Kompilasi Tafsir Ayat-ayat Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
Artinya: salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya
bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada
kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik
yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah
orang yang kuat lagi dapat dipercaya." (QS. Qashash:
26).7
b. Al-Hadits
1) Hadis Riwayat Ibn Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi
bersabda:
ْعطُُا
ِج أ ْي َز َ
ْألَ
ْج َزيُ ا
أ قَ ْب َم ْن َ
يَ ِج ًُ أ ف َ
َع َزقُ
Artinya: “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya
kering”.
2) Hadis riwayat Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id
al Khuduri, Nabi s.a.w bersabda:
َج َم ِه ز
ْ
ِج ا ْستَأ ْي ًزا
َ
أ يُ ْعهِ ْمًُ
ْ
فَه ْج َزيُ
َ
أ
Artinya: “Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya”.
3) Hadis riwayat Ahmad, Abu Daud, dan Nasaiy dari Sa’d bin Abi
Waqas menyebutkan:
ا
ِز ُك ِ ى
وَ الَ ْر َض ْك
ْ
ِ َم ا ا
ان ز ان س قِّ ِم َه َُ ب َعهَّ ا
ِ
َر هللا َص م هللا ْرع فَىٍَّ ُس ُْ ُل
ْي ًِ
َعهَ
َ
م
َم : َع ْه َذا نِ َك ْزوَااَ ْن ََ َسه
ِز ََاَ
وَ بٍََا َذٌَ ب ْك
ِ
َْ فِ ض ة
ب اَ
Artinya: “Dahulu kita menyewa tanah dengan jalan membayar
dengan hasil tanaman yang tumbuh disana. Rasulullah
lalu melarang cara yang demikian dan memerintahkan
kami agar membayarnya dengan uang mas atau
perak.”
c. Ijma’
Mengenai disyari’atkannya ijarah, semua Ulama bersepakat,
tidak ada seorang ulama pun yang membantah kesepakatan ijma’
ini, sekalipun ada beberapa orang diantara mereka yang berbeda
pendapat dalam tataran teknisnya.
Pakar-pakar keilmuan dan cendekiawan sepanjang sejarah
di seluruh negeri telah sepakat akan legitimasi ijarah. Dari
beberapa nash yang ada, kiranya dapat dipahami bahwa ijarah itu
disyari'atkan dalam Islam, karena pada dasarnya manusia
senantiasa terbentur pada keterbatasan dan kekurangan. Oleh
karena itu, manusia antara yang satu dengan yang lain selalu terikat
dan saling membutuhkan.
Ijarah (sewa menyewa) merupakan salah satu aplikasi
keterbatasan yang dibutuhkan manusia dalam kehidupan
bermasyarakat. Bila dilihat uraian diatas, rasanya mustahil manusia
bisa berkecukupan hidup tanpa berijarah dengan manusia. Oleh
karena itu boleh dikatakan bahwa pada dasarnya ijarah itu adalah
salah satu bentuk aktivitas antara dua pihak atau saling
meringankan, serta termasuk salah satu bentuk tolong menolong
yang diajarkan agama.8
8 Qamarul Huda, Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Sukses Offset, 2011, h.79.
3. Fatwa DSN-MUI Tentang Pembiayaan Ijarah
Ketentuan objek ijarah dan kewajiban Lembaga Keuangan
Syariah dan nasabah dalam pembiayaan ijarah di dalam Fatwa Dewan
Syariah Nasional No. 9/DSN-MUI/2000, tentang pembiayaan ijarah,
yaitu :
Pertama: Rukun dan Syarat Ijarah :
1. Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua
belah pihak yang berakad (berkontrak), baik secara verbal atau
dalam bentuk lain.
2. Pihak-pihak yang berakad: terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa
dan penyewa/pengguna jasa.
3. Objek akad ijarah yaitu :
a) Manfaat barang dan sewa, atau
b) Manfaat jasa atau upah
Kedua: Ketentuan Objek Ijarah :
1. Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan atau jasa.
2. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan
dalam kontrak.
3. Manfaat barang atau jasa harus bersifat dibolehkan (tidak
diharamkan).
4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan
syariah.
5. Manfaat barang atau jasa harus dikenali secara spesifik sedemikian
rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidakjelasan) yang akan
mengakibatkan sengketa.
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk
jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau
identifikasi fisik.
7. Sewa atau upah harus disepakati dalam akad dan wajib dibayar
oleh penyewa/pengguna jasa kepada pemberi sewa/pemberi jasa
(LKS) sebagai pembayaran manfaat atau jasa. Sesuatu yang dapat
dijadikan harga (tsaman) dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa
atau upah dalam ijarah.
8. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain)
dari jenis yang sama dengan objek kontrak.
9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat
diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
Ketiga: Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah
1. Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa :
a. Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan.
b. Menanggung biaya pemeliharaan barang.
c. Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
2. Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa :
a. Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk
menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai akad
(kontrak).
b. Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan
(tidak materiil).
c. Jika barang yang dirusak. Bukan karena pelanggaran dari
penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian
pihak penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak
bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
Keempat: jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau
jika terjadi perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.9
9
Fatwa DSN NO.09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah. Lihat, dalam
Saturday, December 22, 2018
December 22, 2018
R Octa Viani
No comments
Related Posts:
Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an MAKALAH Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an Disusun Guna Memenuhi Tugas Kuliah Ulumul Qur’an Dosen Pengampu : Nur Alfi Khotamin Disusun oleh : Rizki Oktaviani… Read More
Interpendensi Ahlussunah Waljamaah Alnahdliyah Dan Kebudayaan MAKALAH Interpendensi Ahlussunah Waljamaah Annahdliyah Dan Kebudayaan Disusun Guna Memenuhi Tugas Kuliah Aswaja Dosen Pengampu : Drs. Ikhwan Disusun oleh : Rizki Oktaviani … Read More
MAKALAH Kebutuhan Manusia Tehadap Agama MAKALAH Kebutuhan Manusia Tehadap Agama Disusun Guna Memenuhi Tugas Kuliah Metode Study Islam Dosen Pengampu : Zaenal Arifin M.sy Disusun oleh : Rizki Oktaviani &… Read More
BANK SYARIAH MAKALAH Sejarah Perbankan Syariah, Dasar – Dasar Hukum Perbankan Syariah, Jenis – Jenis Bank Syariah Pembentukan Dewan Pengawas Syariah Disusun Guna Memenuhi Tugas Kuliah Pengantar Ekonomi Dan Perbankan Dosen Pengampu :… Read More
A. Ijarah 1. Pengertian Ijarah Menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunah, al ijarah berasal dari kata al-ajru (upah) yang berarti al-iwadh (ganti/kompensasi). Menurut pengertian syara’ ijarah berarti akad pemindahan hak guna dar… Read More
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment