MAKALAH
Interpendensi
Ahlussunah Waljamaah Annahdliyah Dan Kebudayaan
Disusun Guna Memenuhi Tugas Kuliah Aswaja
Dosen Pengampu : Drs. Ikhwan
Disusun
oleh :
Rizki
Oktaviani NPM : 181130064
Program
Study :
Perbankan Syariah
FAKULTAS
SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM MA’ARIF
TAHUN
2018/2019
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat, taufik , dan hidayah-Nya, sehingga dapat tercipta sebuah makalah guna memenuhi tugas mata kuliah Aswaja(Ahlussunnah Wal Jamaah)
Makalah ini takkan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Bapak selaku dosen mata kuliah Aswaja (Ahlussunnah Wal Jamaah)
2.
Orang tua saya
yang telah memberi motivasi, serta memfasilitasi dalam berjalannya penyusunan
makalah ini, dan tentunya yang selalu mendo’akan demi kesuksesan anaknya ini.
3.
Seluruh
rekan-rekan yang telah membantu, memotivasi dalam penyusunan makalah ini
Dalam makalah ini Kami bermaksud menuturkan materi
yang akan dikaji dalam kegiatan belajar mengajar. Makalah ini bukanlah
makalah yang sempurna, jadi tidak lepas dari sebuah kesalahan. Oleh karena itu,
Kami memohon kritik dan saran yang dapat membangun untuk masa yang akan
datang.
Metro, 25
September 2018
(Rizki
Oktaviani)
Daftar Isi
Kata
Pengantar ....................................................................................................... i
BAB I
Pendahuluan ............................................................................................................. 1
1.1 Latar
Belakang................................................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah............................................................................................... 2
1.3 Tujuan
Penulisan ................................................................................................ 2
BAB II
Kajian Teoritik
2.1
Ahlussunnah Wal Jamaah ..................................................................... 3
2.2
Interpendesi............................................................................................ 3
2.3
Budaya Dan Agama .............................................................................. 3
BAB III
Pembahasan ......................................................................................................... 4
3.1 Paham Ahlussunah Wal Jamaah ................................................................... .4
3.2 Interpendensi................................................................................................. 6
3.3 Budaya dan Agama .......................................................................................7
3.4 Interpendensi
Ahlussunah Waljamaah Alnahdliyah Dan Budaya Agama ............ 9
BAB IV
Penutup
4.1 Kesimpulan .............................................................................................. 11
4.2 Kritik Dan Saran ...................................................................................... 12
Daftar Pustaka
BAB I
Nahdlatul Ulama didirikan
sebagai Jam’iyah Diniyah Ijtima’iyah(organisasi keagamaan
kemasyarakatan) untuk menjadi wadah perjuangan para ulama dan pengikutnya.
Tujuan didirikannya NU ini diantaranya adalah : Memelihara, Melestarikan,
Mengembangkan dan Mengamalkan ajaran Islam Ahlu al-Sunnah Wal Jama’ah yang
manganut salah satu pola madzhab empat: Imam Hanafi, Imam Maliki,Imam Syafi’i
dan Imam Hanbali, Mempersatukan langkah para ulama dan pengikut-pengikutnya,
dan Melakukan kegiatan-kegiatan atau budaya yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan
masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian harkat serta martabat manusia.
Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah adalah ajaran sebagaimana diungkapkan oleh
Rasulullah SAW dalam sebuah hadits :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: افْتَرَقَتْ الْيَهُودُ عَلَى
إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَتَفَرَّقَتْ النَّصَارَى عَلَى
إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى
ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً. (رواه أبو داود)
Artinya : “ Kaum Yahudi bergolong-golong menjadi 71, Kaum nasrani menjadi
72, dan umatku (umat islam) menjadi 73 golongan. Semua Golongan masuk neraka
kecuali satu. “ Para sahabat bertanya : Siapa satu yang selamat itu ?
Rasulullah menjawab : “ Mereka adalah Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah (penganut
Sunnah dan Jama’ah).” Apakah Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah itu ? Ahlu al-Sunnah
wa alJama’ah ialah Ma ana ‘alaihi wa ash habi (apa yang aku berada di atasnya
bersama sahabatku).”
Paham Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah sebagai idiologi Nahdlatul Ulama’mencakup aspek aqidah,
syari’ah dan akhlak. Ketiganya merupakan satu kesatuan ajaran yang mencakup
seluruh aspek prinsip keagamaan Islam. Didasarkan pada Manhaj Al- Fikr (pola pemikiran)
Asy’ariyah dan Maturidiyah dalam bidang aqidah, empat imam madzhab besar dalam
bidang fiqh (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali)[1], dan dalam bidang tasawuf menganut manhaj
Imam al-Ghazali dan Imam Abu al-Qasim alJunaidi al-Baghdadi, serta para imam
lain yang sejalan dengan syari’ah Islam.
Ciri utama Aswaja NU adalah sikap tawassuth dan i’tidal (tengah-tengah dan
atau keseimbangan). Yakni selalu seimbang dalam menggunakan dalil, antara dalil
naqli dan dalil aqli.
Sebagai warga negara Indonesia, khususnya sebagai warga Nahdlatul ‘Ulama
alangkah baiknya kita mengetahui lebih dalam mengenai apa itu Nahdlatul ‘Ulama.
Banyak hal yang bisa kita temukan dan kita kaji dalam perkembangan organisasi
ini sehingga kita dapat memetik segala hikmah kebaikan yang bisa dijadikan motivasi
dan semangat untuk kehidupan kita. Dalam makalah ini, kami akan
mencoba menguraikan sedikit tentang apa
itu ahlussunah waljamaah dan budaya nya serta interpendensi budaya ahlusunnah
waljamaah.
1.2 Rumusan masalah
1.
Bagaimana pengertian paham ahlussunah waaljamaah ?
2.
Apakah
yang dimaksud dengan interpendensi ?
3.
Apa
saja budaya agama itu ?
4.
Bagaimaa
interpendensi ahlussunnah wla jamaah alnahdliyah dan budaya agama ?
1,3 Tujuan penulisan
1.
Menjelaskan
pengertian paham ahlussunah waaljamaah
2.
Menjelaskan
tentang apa itu interpendensi
3.
Menjelaskan
macam macam budaya agama
4.
Menjelaskan
tentang interpendensi ahlussunnah wla jamaah alnahdliyah dan budaya agama
BAB
II
KAJIAN TEORITIK
2.1 AHLUSSUNAH WALJAMA’AH
Dilansir dari laman ensiklopedia Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah atau Ahlus-Sunnah
wal Jama'ah (أهل السنة والجماعة)
atau lebih sering disingkat Ahlul-Sunnah (أهل السنة), Aswajaatau Sunni adalah kelompok muslim terbesar yang
disebut dengan Ahlus-Sunnah
wal Jama'ah atau golongan
yang menjalankan sunnah (Rasulullah
) dengan penekanan pada peneladanan peri
kehidupan Rasulullah Muhammad
. [1] Sekitar 90% umat Muslim sedunia merupakan kaum
Sunni.[2] [1]


2.2 INTERPENDENSI
Menurut Theotonio Dos Santos, Dependensi (ketergantungan) adalah keadaan di mana
kehidupan ekonomi negara–negara tertentu dipengaruhi oleh
perkembangan dan ekspansi dari kehidupan ekonomi negara–negara lain, di mana
negara–negara tertentu ini hanya berperan sebagai penerima akibat saja.[1] Aspek penting dalam kajian sosiologi adalah adanya pola ketergantungan antara
masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya dalam kehidupan berbangsa
di dunia.[2] Teori Dependensi lebih menitik beratkan pada
persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara pinggiran.[3]
2.3 BUDAYA DAN AGAMA
Pengertian Agama : Dalam
masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata “din” ( )
dari bahasa Arab dan kata “religi” dari bahasa Eropa. Agama berasal dari kata Sanskrit.
Satu pendapat mengatakan bahwa kata itu tersusun dari dua kata, “a” yang
berarti tidak dan “gama” yang berarti pergi, maka kata Agama dapat
diartikan tidak pergi, tetap di tempat,diwarisi turun – temurun. Sedangkan
kata “Din” itu sendiri dalam bahasa Semit berarti
undang – undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini
mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan.
Adapula kata Religi yang berasal dari bahasa Latin. Menurut satu pendapat
asalnya ialah “relegere” yang mengandung arti mengumpulkan, membaca dandapat
juga kata relegare juga bisa diartikan mengikat. Oleh karena itu agama adalah
suatuketetapan yang dibuat oleh Tuhan Yang Maha Esa secara mutlak atau tanpa
adanya campur tangan siapa saja.
Pengertian Kebudayaan : ditinjau dari sudut Bahasa Indonesia, kebudayaan
berasal dari bahasa Sansakerta “Buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari
buddhi yang berarti budi atau akal. Pendapat lain megatakan juga bahwa kata
budaya adalah sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budidaya, yang
mempunyai arti “daya” dan “budi”. Karena itu mereka membedakan antara budaya
dan kebudayaan. Sedangkan budaya sendiri adalah daya dari budi yang
berupacipta, karsa dan rasa; dan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan
rasa tersebut.
A. Pengertian
Ahlussunnah Wal Jamaah
Secara etimologi, Istilah Ahlussunnah
Wal Jamaah berarti golongan yang senantiasa mengikuti jalan hidup Rasullullah
SAW, dan jalan hidup para sahabatnya, Atau golongan yang berpegang teguh pada
sunnah rasul dan sunnah para sahabat, lebih khusus lagi sahabat empat ( Khulafaur
Rosidin).
Adapun wujud
konkretnya, Ahlussunnah Wal Jamaah tidak lain ialah golongan yang
senantiasa berpegang teguh terhadap petunjuk Al qur’an dan Al-Sunnah. Artinya
dalam segala hal merujuk kepada petunjuk Al qur’an dan Al-Sunnah. Selanjutnya
di terangkan :--------------------------------------------------
“Tatkala itu telah
terjadi penamaan Ahlussunnah Wal Jamaah bagi orang- orang memegangi sunnah nabi
SAW. Dan Thoriqoh( cara hidup ) para sahabat dalam aqidah agama, amal perbuatan
badaniyah dan ahlak hati”
Ada dua orang ulama
besar Ahlussunnah Wal Jamaah yaitu:
1. Imam
Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al- Maturdi Al- Anshori. Dia
hidup di samarkand 238-333H/852-944M, masih berselisih dengan sahabat
besar Abu Ayyub Khalid bin Zaid kulaib Al- Anshori yang rumahnya pernah di
singgahi Rasullulah SAW. Ketika perjalanan hijrah ke madinah. Kealimannya agak
terkenal, sekalipun yang menonjol dalam bidang teologi. Kitab bakunya
dalam bidang ini ialah kitab At-Tauhid terdiri dari 400 halaman lebih. Dalam
bidang fiqih ia bermazhab hanafi.
2. Imam
Abul Hasan Ali bin Ismail Al- Asyiarai, Masih berselisih dengan sahabat besar
Abu Musa Al-syiari. Dia terlahir di kota basrah 260-330 H/873-945M., memiliki
karangan- karangan di bidang teologi: Maqalat Al-Islamiyin Wa Ikhtilaf
Al-Mushallin, Al luma’ Fi Raddi Ahl Al- Zaighi Wal bida’ an dan
lain sebagainya. Dalam masalah fiqih beliau bermazhab imam Syafi’i. Teologi Al
Asyi’ari memperoleh kemajuan pesat karena dukungan penguasa khalifah Al-
Muttawakil( 237-247H/817-861M ).
Adapun sebab terpentingnya mengapa
Al-Asy’ari meninggalkan Mu’tazilah ialah karena adanya perpecahan yang dialami
kaum muslimin yang bisa menghancurkan mereka sendiri, kalau seandainya tidak di
akhiri. Sebagai seorang muslim yang mendambakan kepersatuan umat, dia sanagat
khawatir kalau Al qur’an dan Al hadist menjadi korban dari paham-paham
Mu’tazilah yang dianggapnya semakin jauh dari kebenaran, Menyesatkan dan
Meresahkan masyarakat. Hal ini di sebabkan karena mereka terlalu menonjolkan
pikiran.
Disamping itu, Ada ahli-ahli hadist anthropomorphist yang
selalu memegangi makna lahir dari hadist-hadist yang hampir menyeret islam
kepada kelemahan, kebekuan yang tidak dapat dibenarkan. Karena itu, Al- Asy’ari
mengambil jalan tengah antara golongan rasionalis(Mu’tazilah) dan
golongan textualist( ahli hadis anthropomorphist). Ternyata
langkah jalan tengah tersebut dapat di terima oleh mayoritas umat islam,
sebagai sikap moderat atau tawassuth.
Kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah mempercayai
bahwa Allah menciptakan suatu makhluk halus yg diciptakan berdasarkan nur
(cahaya) yg bernama malaikat yg tidak memiliki orang tua & tidak pernah
makan & minum. Manusia nir bisa meliha para malaikat dalam bentuk asalnya kecuali
para malaikat itu menyerupai insan. Namun, terdapat insan yg diberi
keistimewaan oleh Allah buat bisa melihat para malaikat yaitu para nabi. Jumlah
malaikat itu banyak yg manusia tidak bisa mengetahui jumlahnya. Namun, umat
Islam hanya wajib mengetahui malaikat-malaikat yg sepuluh, setiap
malaikat mempunyai tugas masing-masing dari Tuhan-nya.
Malaikat adalah makhluk halus kreasi Allah yang taat menjalani semua
perintah berdasarkan Allah. Hal ini terkandung pada Al-Qur’an, yang bunyinya :
لاَيَعْصُوْنَ اللهَ مَاأَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَايُؤْمَرُوْنَ. (التحريم
: ٦)
Yang adalah : “malaikat-malaikat itu tidak pernah mendurhakai Allah
terhadap apa yg diperintahkan-Nya kepada mereka, dan mereka selalu mengerjakan
apa yg diperintankan-Nya”. (QS. At-Tahrim : 6 )
3.2 INTERPENDENSI
Interdependence atau dalam bahasa
indonesia adalah saling ketergantungan, dimana dalam sosial masyarakat, tiap
individu mempunyai ketergantungan dengan individu lainnya.
Teori
saling ketergantungan (interdependence
theory) dari John Thibaut dan Harold Kelley (1978, 1959) ini
memiliki kesamaan dengan teori pertukaran sosial,
yakni keduanya mengkonsepkan interaksi antara costsdan benefits.
Kekhususan
teori ini adalah :
·
Interdependence theory menjelaskan
interaksi perilaku antara dua orang secara lebih rinci, khususnya dalam hal
matriks perolehan (outcome matrix).
·
Di dalamnya terdapat konsep comparison level (standard
perbandingan), yaitu standard/ukuran/patokan yang digunakan untuk mengevaluasi
orang lain. Menurut teori ini orang membandingkan antara apa yang
dicapai/diperoleh dalam relasi dengan apa yang menjadi harapannya.
Comparison
level diperoleh berdasarkan pengalaman masa
lampau. Relasi yang sekarang dianggap memuaskan hanya jika apa yang
dicapai/diperoleh tingkatannya melebihi comparison leveL
3.3
Budaya Agama
Sejak awal
perkembangannya, agama- agama di Indonesia telah menerima akomodasi budaya. Sebagai
contoh Agama Islam, dimana Islam sebagai agama faktual banyak memberikan
norma-norma atau aturan tentang kehidupan dibandingkan dengan agama-agama lain.
Jika dilihat dari kaitan Islam dengan
budaya, paling tidak ada dua hal yang perlu diperjelas.
·
Pertama, Islam
sebagai konsespsi sosial budaya dan Islam sebagai realitas budaya.
·
Kedua, Islam sebagai
konsepsi budaya ini oleh para ahli sering disebut dengan great tradition
(tradisi besar), sedangkan Islam sebagai realitas budaya disebut dengan little
tradition (tradisi kecil) atau local tradition (tradisi local) atau juga
Islamicate, bidang-bidang yang “Islamik” yang dipengaruhi Islam.
Tradisi besar Islam adalah doktrin- doktrin
original Islam yang permanen atau setidak-tidaknya merupakan interpretasi yang
melekat ketat pada ajaran dasar. Dalam ruang yang lebih kecil doktrin ini
tercakup dalam konsepsi keimanan dan syariah atau hukum Islam yang menjadi
inspirasi pola pikir dan pola bertindak umat Islam. Tradisi-tradisi ini
seringkali juga disebut dengan center (pusat) yang dikontraskan dengan
feri-feri atau pinggiran. Tradisi kecil (local, Islamicate traditioan)
adalah realm of influence,
kawasan- kawasan yang berada di bawah pengaruh Islam (great tradition).
Pada sisi lain local genius memiliki karakteristik antara lain:
mampu bertahan terhadap
budaya luar; mempunyai kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar; mempunyai kemampuan mengintegrasi unsur budaya luar ke dalam budaya asli; dan memiliki kemampuan mengendalikan dan memberikan arah pada perkembangan
budaya selanjutnya. Sebagai suatu norma, aturan, maupun segenap aktivitas masyarakat Indonesia, ajaran Islam telah menjadi pola anutan masyarakat. Dalam konteks inilah Islam sebagai agama sekaligus telah menjadi budaya masyarakat Indonesia. Di sisi lain budaya-budaya lokal yang ada di masyarakat, tidak otomatis hilang dengan kehadiran Islam.
budaya luar; mempunyai kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar; mempunyai kemampuan mengintegrasi unsur budaya luar ke dalam budaya asli; dan memiliki kemampuan mengendalikan dan memberikan arah pada perkembangan
budaya selanjutnya. Sebagai suatu norma, aturan, maupun segenap aktivitas masyarakat Indonesia, ajaran Islam telah menjadi pola anutan masyarakat. Dalam konteks inilah Islam sebagai agama sekaligus telah menjadi budaya masyarakat Indonesia. Di sisi lain budaya-budaya lokal yang ada di masyarakat, tidak otomatis hilang dengan kehadiran Islam.
Budaya-budaya lokal ini sebagian terus dikembangkan
dengan mendapat warna-warna Islam. Perkembangan ini kemudian melahirkan
“akulturasi budaya”, antara budaya lokal dan Islam. Budaya-budaya lokal yang
kemudian berakulturasi dengan Agama Islam antara lain, acara slametan
(3,7,40,100, dan 1000 hari) di kalangan suku Jawa. Tingkeban (nujuh hari).
Dalam bidang seni, juga dijumpai proses akulturasi seperti dalam kesenian
wayang di Jawa.
Wayang merupakan kesenian tradisional
suku/etnis Jawa yang berasal dari agama Hindu India. Proses Islamisasi tidak
menghapuskan kesenian ini melainkan justru memperkayanya, yaitu memberikan
warna nilai-nilai Islam di dalamnya.tidak hanya dalam bidang seni, tetapi juga
di dalam bidang-bidang lain di dalam masyarakat Jawa. Dengan kata lain
kedatangan Islam di Indonesia dalam taraf-taraf tertentu memberikan andil yang
cukup besar dalam pengembangan budaya lokal.
Pada sisi lain, secara fisik akulturasi
budaya yang bersifat material dapat dilihat misalnya: bentuk masjid Agung
Banten yang beratap tumpang, berbatu tebal, bertiang saka, dan sebagainya
benar-benar menunjukkan ciri-ciri arsitektur local. Sementara esensi Islam
terletak pada “ruh” fungsi masjidnya. Demikian juga dua jenis pintu gerbang
bentar dan paduraksa sebagai ambang masuk masjid di Keraton Kaibon. Namun
sebaliknya, “wajah asing” pun tampak sangat jelas di kompleks Masjid Agung
Banten, yakni melalui pendirian
bangunan Tiamah dikaitkan dengan arsitektur buronan Portugis,Lucazs Cardeel, dan pendirian menara berbentuk mercu suar dihubungkan dengan nama seorang Cina: Cek-ban Cut.
bangunan Tiamah dikaitkan dengan arsitektur buronan Portugis,Lucazs Cardeel, dan pendirian menara berbentuk mercu suar dihubungkan dengan nama seorang Cina: Cek-ban Cut.
Dalam
perkembangan selanjutnya sebagaimana diceritakan dalam Babad Banten, Banten
kemudian berkembang menjadi sebuah kota. Kraton Banten sendiri dilengkapi
dengan struktur-struktur yang mencirikan prototype kraton yang bercorak Islam
di Jawa, sebagaimana di Cirebon, Yogyakarta dan Surakarta. Ibukota Kerajaan
Banten dan Cirebon kemudian berperan sebagai pusat kegiatan perdagangan
internasional dengan ciri-ciri metropolitan di mana penduduk kota tidak hanya
terdiri dari penduduk setempat, tetapi juga terdapat perkampungan-perkampunan
orang-orang asing, antara lain Pakoja, Pecinan, dan
kampung untuk orang Eropa seperti Inggris, Perancis dan sebagainya.
kampung untuk orang Eropa seperti Inggris, Perancis dan sebagainya.
Aspek akulturasi budaya lokal dengan Islam
juga dapat dilihat dalam budaya Sunda dalam bidang seni vokal yang disebut seni
beluk. Dalam seni beluk sering dibacakan jenis cirita (wawacan) tentang
ketauladanan dan sikap keagamaan yang tinggi dari yang ditokohkan. Seringkali
wawacan dari seni beluk ini berasal dari unsur budaya local pra-Islam kemudian
dipadukan dengan unsur Islam seperti pada wawacan Ugin yang mengi- sahkan
manusia yang memiliki kualitas kepribadian yang tinggi. Seni beluk kini biasa
disajikan pada acara-acara selamatan atau tasyakuran, misalnya memperingati
kelahiran bayi ke-4- hari (cukuran), upacara selamatan syukuran lainnnya
seperti kehamilan ke-7 bulan (nujuh bulan atau tingkeban), khitanan, selesai
panen padi dan peringatan hari-hari besar nasional.
Apabila ditinjau dari segi munculnya,
agama-agama selain monoteisme murni merupakan hasil kontemplasi manusia,
sedangkan monoteisme murni merupakan wahyu dari hasil ciptaan Tuhan. Ragam
agama yang terakhir ini merupakan jawaban dari pertolongan Tuhan terhadap
manusia setelah “gagal” mencari kedamaian atau kedamaian hakiki melalui indera.
Bila kita amati secara obyektif, Islam
memiliki ciri-ciri baik dalam konsep Ketu- hanan, Kerasulan dan ajaran-ajaran
yang menunjukkan kesatuan (Tauhid) yang murni. Syarat mencapai suatu kebenaran
dan kedamaian yang sebenarnya haruslah terlebih dahulu mengenal Islam dengan
tepat dan benar. Kemudian harus komitmen terhadap ajarannya.
Terwujudnya suatu “kedamaian” apabila
didukung dengan adanya penyerahan serta kepatuhan (Islam) terhadap Sang
Pencipta. Dalam hal ini Allah SWT telah berjanji
kepada siapa pun yang menyerahkan diri disertai amal sholeh, akan mendapatkan kedamaian, sebab dalam penyerahan (Islam) ini terdapat konsekuensi sikap muslim yang
logis, tidak pernah gentar, pesimis dan takut dalam hidupnya.
kepada siapa pun yang menyerahkan diri disertai amal sholeh, akan mendapatkan kedamaian, sebab dalam penyerahan (Islam) ini terdapat konsekuensi sikap muslim yang
logis, tidak pernah gentar, pesimis dan takut dalam hidupnya.
Al-Qur’an mempergunakan kata Islam di
berbagai tempat dengan pengertian yang berbeda-beda, namun pada prinsipnya
mengarah pada pemahaman yang sama. Pengertian Islam secara umum yakni
mengandung dimensi iman yang tidak dikotori oleh unsur-unsur syirik, tunduk,
disertai dengan rasa ikhlas karena Allah SWT, berserah diri diiringi dengan
amal sholeh serta sikap tegar dan optimis. Jadi pengertian Islam secara lughowi
pada prinsipnya merupakan penyerahan diri secara bulat kepada Allah SWT yang
melahirkan satu sikap hidup tertentu.
2.4 Interpendensi
Ahlussunah Waljamaah Alnahdliyah Dan Budaya Agama
Hubungan Agama dan Kebudayaan dalam Masyarakat
Kebudayaan tampil sebagai perantara yang secara terus menerus dipelihara
oleh para pembentuknya dan generasi selanjutnya yang diwarisi kebudayaan
tersebut. Kebudayaan yang demikian selanjutnya dapat pula digunakan untuk
memahami agama yang terdapat pada dataran empiriknya atau agama yang tampil
dalam bentuk formal yang menggejala di
masyarakat. Pengalaman agama yang terdapat di masyarakat tersebut diproses oleh penganutnya dari sumber agama yaitu wahyu melalui penalaran.
masyarakat. Pengalaman agama yang terdapat di masyarakat tersebut diproses oleh penganutnya dari sumber agama yaitu wahyu melalui penalaran.
Misalnya kita membaca kitab fikih, maka fikih yang merupakan pelaksanaan
dari nash Al Qur’an maupun hadist sudah melibatkan unsur penalaran dan
kemampuan manusia. Dengan demikian agama menjadi membudaya atau membumi di
tengah-tengah masyarakat.
Agama yang tampil dalam bentuknya yang demikian itu berkaitan dengan kebudayaan yang berkembang di masyarakat tempat agama itu berkembang. Dengan melalui pemahaman terhadap kebudayaan tersebut seseorang akan dapat mengamalkan ajaran agama.
Agama yang tampil dalam bentuknya yang demikian itu berkaitan dengan kebudayaan yang berkembang di masyarakat tempat agama itu berkembang. Dengan melalui pemahaman terhadap kebudayaan tersebut seseorang akan dapat mengamalkan ajaran agama.
Misalnya manusia menjumpai kebudayaan berpakaian, bergaul berma- syarakat,
dan sebagainya. Ke dalam produk kebudayaan tersebut unsur agama ikut
berintegrasi. Dalam pakaian model jilbab, kebaya atau lainnya dapat dijumpai
dalam pengalaman agama. Sebaliknya tanpa adanya unsur budaya, maka agama akan
sulit dilihat sosoknya secara jelas.
Selain itu hubungan agama dan kebudayaan dalam konteks budaya Indonesia,
maka budaya itu terdiri dari 5 lapisan. Lapisan itu diwakili oleh budaya agama
pribumi, Hindu, Buddha, Islam dan Kristen (Andito, ed. 1998:77-79)
·
Lapisan pertama adalah agama pribumi yang memiliki ritus-ritus yang
berkaitan dengan penyembahan roh nenek moyang yang telah tiada atau
lebih setingkat yaitu Dewa-dewa suku seperti sombaon di Tanah Batak, agama
Merapu di Sumba, Kaharingan di Kalimantan. Dari agama pribumi bangsa Indonesia
mewarisi kesenian dan estetika yang tinggi dan nilai-nilai kekeluargaan yang
sangat luhur.
·
Lapisan kedua adalah Hinduisme, yang telah meninggalkan
peradaban yang menekankan pembebasan rohani agar aman bersatu dengan Brahman
maka dengan itu ada solidaritas mencari pembebasan bersama dari penindasan
sosial untuk menuju kesejahteraan yang utuh.
·
Lapisan ketiga adalah agama Buddha, yang telah mewariskan
nilai-nilai yang menjauhi
ketamakan dan keserakahan. Bersama dengan itu timbul nilai pengendalian diri dan mawas diridengan menjalani 8 tata jalan keutamaan.
ketamakan dan keserakahan. Bersama dengan itu timbul nilai pengendalian diri dan mawas diridengan menjalani 8 tata jalan keutamaan.
·
Lapisan keempat adalah agama Islam yang telah
menyumbangkan kepekaan terhadap tata tertib kehidupan melalui syari’ah,
ketaatan melakukan shalat dalam lima waktu, kepekaan terhadap mana yang baik
dan mana yang jahat dan melakukan yang baik dan menjauhi yang jahat (amar
ma’ruf nahi munkar) berdampak pada pertumbuhan akhlak yang mulia. Inilah
hal-hal yang disumbangkan Islam dalam pembentukan budaya bangsa.
Lapisan kelima adalah agama Kristen, baik Katholik maupun Protestan.
Agama ini menekankan nilai kasih dalam hubungan antar manusia. Tuntutan kasih
yang dikemukakan melebihi arti kasih dalam kebudayaan sebab kasih ini tidak
menuntutbalasan yaitu kasih tanpa syarat. Kasih bukan suatu cetusan emosional
tapi sebagai tindakan konkrit yaitu memperlakukan sesama seperti diri sendiri.
Pengaruh timbal balik antara agama dan budaya antara lain :
- Agama mempengaruhi kebudayaan,
kelompok, masyarakat, dan suku bangsa;
- Kebudayaan cenderung
mengubah-ubah keaslian agama seshingga menghasilkan penafsiran berlainan.
Hal pokok bagi semua agama adalah bahwa agama berfungsi sebagai alat
pengatur dan sekaligus membudayakannya dalam arti mengungkapkan apa yang ia
percaya dalam bentuk-bentuk budaya yaitu dalam bentuk etis, seni bangunan, struktur
masyarakat, adat istiadat dan lain-lain. Jadi ada pluraisme budaya berdasarkan
kriteria agama. Hal ini terjadi karena manusia sebagai homoreligiosus merupakan
insan yang berbudidaya dan dapat berkreasi dalam kebebasan menciptakan berbagai
objek realitas dan tata nilai baru berdasarkan inspirasi agama.
Agama dan masyarakat memiliki hubungan yang erat. Di sini perlu diketahui
bahwa ini tidak berarti mengimplikasikan pengertian “agama menciptakan
masyarakat.” Tetapi hal ini mencerminkan bahwa agama adalah merupakan implikasi
dari perkembangan masyarakat. Hubungan antara agama dengan masyarakat terlihat
di dalam masalah ritual. Dimana kesatuan masyarakat tradisional sangat
tergantung kepadaconscience collective (hati nurani kolektif), dan
agama nampak memainkan peran ini. Masyarakat menjadi “masyarakat” karena fakta
bahwa para anggotanya taat kepada kepercayaan dan pendapat bersama.
Ritual, yang terwujud dalam pengumpulan orang dalam upacara keagamaan,
menekankan pada kepercayaan mereka atas orde moral yang ada, dimana solidaritas
mekanis itu bergantung. Di sini agama nampak sebagai alat integrasi masyarakat,
dan praktek ritual secara terus menerus menekankan ketaatan manusia terhadap
agama, yang ikut serta di dalam memainkan fungsi penguatan solidaritas.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Telah kita ketahui Indonesia memiliki
banyak sekali budaya dan adat istiadat yang juga berhubungan dengan masyarakat
dan agama. Dari berbagai budaya yang ada di Indonesia dapat dikaitkan
hubungannya dengan agama dan masyarakat dalam melestraikan budaya.Sebagai
contoh budaya Ngaben yang merupakan upacara kematian bagi umat hindu Bali yang
sampai sekarang masih terjaga kelestariannya.Halini membuktikan bahwa agama
mempunyai hubungan yang erat dengan budaya sebagai patokan utama dari
masyarakat untuk selalu menjalankan perintah agama dan melestarikan
kebudayaannya.Selain itu masyarakat juga turut mempunyai andil yang besar dalam
melestarikan budaya, karena masyarakatlah yang menjalankan semua perintah agama
dan ikut menjaga budaya agar tetap terpelihara.
Selain itu ada juga hubungan lainnya,yaitu menjaga tatanan kehidupan.Maksudnya hubungan agama dalam kehidupan jika dipadukan dengan budaya dan masyarakat akan membentuk kehidupan yang harmonis,karena ketiganya mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lain. Sebagai contoh jika kita rajin beribadah dengan baik dan taat dengan peraturan yang ada,hati dan pikiran kita pasti akan tenang dan dengan itu kita dapat membuat keadaan menjadi lebih baik seperti memelihara dan menjaga budaya kita agar tidak diakui oleh negara lain. Namun sekarang ini agamanya hanyalah sebagi symbol seseorang saja. Dalam artian seseorang hanya memeluk agama, namun tidak menjalankan segala perintah agama tersebut. Dan di Indonesia mulai banyak kepercayaan-kepercayaan baru yang datang dan mulai mengajak/mendoktrin masyarakat Indonesia agar memeluk agama tersebut. Dari banyaknya kepercayaan-kepercayaan baru yang ada di Indonesia, diharapkan pemerintah mampu menanggulangi masalah tersebut agar masyarakat tidak tersesaat di jalannya. Dan di harapkan masyarakat Indonesia dapat hidup harmonis, tentram, dan damai antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya.
Selain itu ada juga hubungan lainnya,yaitu menjaga tatanan kehidupan.Maksudnya hubungan agama dalam kehidupan jika dipadukan dengan budaya dan masyarakat akan membentuk kehidupan yang harmonis,karena ketiganya mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lain. Sebagai contoh jika kita rajin beribadah dengan baik dan taat dengan peraturan yang ada,hati dan pikiran kita pasti akan tenang dan dengan itu kita dapat membuat keadaan menjadi lebih baik seperti memelihara dan menjaga budaya kita agar tidak diakui oleh negara lain. Namun sekarang ini agamanya hanyalah sebagi symbol seseorang saja. Dalam artian seseorang hanya memeluk agama, namun tidak menjalankan segala perintah agama tersebut. Dan di Indonesia mulai banyak kepercayaan-kepercayaan baru yang datang dan mulai mengajak/mendoktrin masyarakat Indonesia agar memeluk agama tersebut. Dari banyaknya kepercayaan-kepercayaan baru yang ada di Indonesia, diharapkan pemerintah mampu menanggulangi masalah tersebut agar masyarakat tidak tersesaat di jalannya. Dan di harapkan masyarakat Indonesia dapat hidup harmonis, tentram, dan damai antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya.
5.2 Kritik Dan
Saran
·
Kritik
seharusnya
kita sebagai remaja mempunyai peran yang besar untuk melestarikan budaya-budaya
di indonesia baik itu tradisi maupun budaya agama dalam hal kebaikan bukan
malah mengikuti budaya dari luar, budaya kebarat-baratan misalnya. Pasalnya
banyak sekali di era modernisasi ini masyarakat padamumnya khususnya remaja
sudah mulai melupakan budaya budaya yang kita punyai sejak dulu dan mulai
menikuti atau mencontoh budaya kebarat-baratan
·
Saran
JASMERAH( jangan melupakan
sejarah ) saya selaku mahasiswi menyarankan agar kita selaku generasi bangsa
dapat menjunjung tinggi nilai2 dan kebudayaan indonesia khususnya peringatan
peringatan untuk hari besar islam dan jangan mencemooh bahwa itu adalah kuno
karena cintailah apa yang menjadi dirikita dan apa yang kita miliki bukan malah
bangga dengan menjadi orang lain dan ikut-ikutan budaya kebarat-baratan.
Allahuakbar !!!!
DAFTAR PUSTAKA
·
Ahmad,
Muhammad, TAUHID ILMU KALAM, (Bandung : CV. Pustaka Setia. Cet. II), 2009
·
0 comments:
Post a Comment