Thursday, September 27, 2018

MAKALAH
Interpendensi Ahlussunah Waljamaah Annahdliyah Dan Kebudayaan
Disusun Guna Memenuhi Tugas Kuliah Aswaja
Dosen Pengampu : Drs. Ikhwan





Disusun oleh :
Rizki Oktaviani         NPM : 181130064
Program Study  :  Perbankan Syariah

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF
TAHUN 2018/2019

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, taufik , dan hidayah-Nya, sehingga dapat tercipta sebuah makalah guna memenuhi tugas mata kuliah Aswaja(Ahlussunnah Wal Jamaah)
Makalah ini takkan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada:
1.      Bapak  selaku dosen mata kuliah Aswaja (Ahlussunnah Wal Jamaah)
2.      Orang tua saya yang telah memberi motivasi, serta memfasilitasi dalam berjalannya penyusunan makalah ini, dan tentunya yang selalu mendo’akan demi kesuksesan anaknya ini.
3.      Seluruh rekan-rekan yang telah membantu, memotivasi  dalam penyusunan makalah ini
Dalam makalah ini Kami bermaksud menuturkan materi yang akan dikaji  dalam kegiatan belajar mengajar. Makalah ini bukanlah makalah yang sempurna, jadi tidak lepas dari sebuah kesalahan. Oleh karena itu, Kami  memohon kritik dan saran yang dapat membangun untuk masa yang akan datang.



Metro, 25 September 2018



(Rizki Oktaviani)




Daftar Isi

Kata Pengantar  ....................................................................................................... i

BAB I
Pendahuluan ............................................................................................................. 1
1.1    Latar Belakang................................................................................................... 1
1.2    Rumusan Masalah............................................................................................... 2
1.3    Tujuan Penulisan ................................................................................................ 2

BAB II
Kajian Teoritik
2.1 Ahlussunnah Wal Jamaah  .....................................................................  3
2.2 Interpendesi............................................................................................ 3
2.3 Budaya Dan Agama  .............................................................................. 3

BAB III
Pembahasan      ......................................................................................................... 4
3.1   Paham Ahlussunah Wal Jamaah ................................................................... .4
3.2   Interpendensi................................................................................................. 6
3.3   Budaya dan Agama  .......................................................................................7
3.4  Interpendensi Ahlussunah Waljamaah Alnahdliyah Dan Budaya Agama ............ 9

BAB IV
Penutup
4.1  Kesimpulan  .............................................................................................. 11
4.2   Kritik Dan Saran ...................................................................................... 12

Daftar Pustaka








1.1 LATAR BELAKANG
          Nahdlatul Ulama didirikan sebagai Jam’iyah Diniyah Ijtima’iyah(organisasi keagamaan kemasyarakatan) untuk menjadi wadah perjuangan para ulama dan pengikutnya. Tujuan didirikannya NU ini diantaranya adalah : Memelihara, Melestarikan, Mengembangkan dan Mengamalkan ajaran Islam Ahlu al-Sunnah Wal Jama’ah yang manganut salah satu pola madzhab empat: Imam Hanafi, Imam Maliki,Imam Syafi’i dan Imam Hanbali, Mempersatukan langkah para ulama dan pengikut-pengikutnya, dan Melakukan kegiatan-kegiatan atau budaya  yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian harkat serta martabat manusia.
Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah adalah ajaran sebagaimana diungkapkan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadits :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: افْتَرَقَتْ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَتَفَرَّقَتْ النَّصَارَى عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً. (رواه أبو داود)
Artinya : “ Kaum Yahudi bergolong-golong menjadi 71, Kaum nasrani menjadi 72, dan umatku (umat islam) menjadi 73 golongan. Semua Golongan masuk neraka kecuali satu. “ Para sahabat bertanya : Siapa satu yang selamat itu ? Rasulullah menjawab : “ Mereka adalah Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah (penganut Sunnah dan Jama’ah).” Apakah Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah itu ? Ahlu al-Sunnah wa alJama’ah ialah Ma ana ‘alaihi wa ash habi (apa yang aku berada di atasnya bersama sahabatku).”
        Paham Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah sebagai idiologi Nahdlatul Ulamamencakup aspek aqidah, syari’ah dan akhlak. Ketiganya merupakan satu kesatuan ajaran yang mencakup seluruh aspek prinsip keagamaan Islam. Didasarkan pada Manhaj Al- Fikr (pola pemikiran) Asy’ariyah dan Maturidiyah dalam bidang aqidah, empat imam madzhab besar dalam bidang fiqh (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali)[1], dan dalam bidang tasawuf menganut manhaj Imam al-Ghazali dan Imam Abu al-Qasim alJunaidi al-Baghdadi, serta para imam lain yang sejalan dengan syari’ah Islam. 
Ciri utama Aswaja NU adalah sikap tawassuth dan i’tidal (tengah-tengah dan atau keseimbangan). Yakni selalu seimbang dalam menggunakan dalil, antara dalil naqli dan dalil aqli.

     Sebagai warga negara Indonesia, khususnya sebagai warga Nahdlatul ‘Ulama alangkah baiknya kita mengetahui lebih dalam mengenai apa itu Nahdlatul ‘Ulama. Banyak hal yang bisa kita temukan dan kita kaji dalam perkembangan organisasi ini sehingga kita dapat memetik segala hikmah kebaikan yang bisa dijadikan motivasi dan semangat untuk kehidupan kita. Dalam makalah ini, kami akan mencoba menguraikan sedikit tentang apa itu ahlussunah waljamaah dan budaya nya serta interpendensi budaya ahlusunnah waljamaah.

1.2 Rumusan masalah
1.      Bagaimana  pengertian paham ahlussunah waaljamaah ?
2.      Apakah yang dimaksud dengan interpendensi ?
3.      Apa saja budaya agama itu ?
4.      Bagaimaa interpendensi ahlussunnah wla jamaah alnahdliyah dan budaya agama ?

1,3 Tujuan penulisan
1.      Menjelaskan pengertian paham ahlussunah waaljamaah
2.      Menjelaskan tentang apa itu interpendensi
3.      Menjelaskan macam macam budaya agama
4.      Menjelaskan tentang interpendensi ahlussunnah wla jamaah alnahdliyah dan budaya agama



BAB II
KAJIAN TEORITIK
2.1 AHLUSSUNAH WALJAMA’AH
      Dilansir dari laman ensiklopedia Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah atau Ahlus-Sunnah wal Jama'ah (أهل السنة والجماعة) atau lebih sering disingkat Ahlul-Sunnah (أهل السنة), Aswajaatau Sunni adalah kelompok muslim terbesar yang disebut dengan Ahlus-Sunnah wal Jama'ah atau golongan yang menjalankan sunnah (Rasulullah S.A.W) dengan penekanan pada peneladanan peri kehidupan Rasulullah Muhammad S.A.W. [1] Sekitar 90% umat Muslim sedunia merupakan kaum Sunni.[2] [1]
2.2 INTERPENDENSI
         Menurut Theotonio Dos Santos, Dependensi (ketergantungan) adalah keadaan di mana kehidupan ekonomi negara–negara tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari kehidupan ekonomi negara–negara lain, di mana negara–negara tertentu ini hanya berperan sebagai penerima akibat saja.[1] Aspek penting dalam kajian sosiologi adalah adanya pola ketergantungan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya dalam kehidupan berbangsa di dunia.[2] Teori Dependensi lebih menitik beratkan pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara pinggiran.[3] 
2.3 BUDAYA DAN AGAMA
      Pengertian Agama : Dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata “din” ( ) dari bahasa Arab dan kata “religi” dari bahasa Eropa. Agama berasal dari kata Sanskrit. Satu pendapat mengatakan bahwa kata itu tersusun dari dua kata, “a” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti pergi, maka kata Agama dapat diartikan tidak pergi, tetap di tempat,diwarisi turun – temurun. Sedangkan kata “Din” itu sendiri dalam bahasa Semit berarti undang –  undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan. Adapula kata Religi yang berasal dari bahasa Latin. Menurut satu pendapat asalnya ialah “relegere” yang mengandung arti mengumpulkan, membaca dandapat juga kata relegare juga bisa diartikan mengikat. Oleh karena itu agama adalah suatuketetapan yang dibuat oleh Tuhan Yang Maha Esa secara mutlak atau tanpa adanya campur tangan siapa saja.
Pengertian Kebudayaan : ditinjau dari sudut Bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari  bahasa Sansakerta “Buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Pendapat lain megatakan juga bahwa kata budaya adalah sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budidaya, yang mempunyai arti “daya” dan “budi”. Karena itu mereka membedakan antara budaya dan kebudayaan. Sedangkan budaya sendiri adalah daya dari budi yang berupacipta, karsa dan rasa; dan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut.
BAB III

3.1 PAHAM AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH
A.   Pengertian Ahlussunnah Wal Jamaah
         Secara etimologi, Istilah Ahlussunnah Wal Jamaah berarti golongan yang senantiasa mengikuti jalan hidup Rasullullah SAW, dan jalan hidup para sahabatnya, Atau golongan yang berpegang teguh pada sunnah rasul dan sunnah para sahabat, lebih khusus lagi sahabat empat ( Khulafaur Rosidin).
Adapun wujud konkretnya, Ahlussunnah Wal Jamaah tidak lain ialah  golongan yang senantiasa berpegang teguh terhadap petunjuk Al qur’an dan Al-Sunnah. Artinya dalam segala hal merujuk kepada petunjuk Al qur’an dan Al-Sunnah. Selanjutnya di terangkan :--------------------------------------------------
“Tatkala itu telah terjadi penamaan Ahlussunnah Wal Jamaah bagi orang- orang memegangi sunnah nabi SAW. Dan Thoriqoh( cara hidup ) para sahabat dalam aqidah agama, amal perbuatan badaniyah dan ahlak hati”  
Ada dua orang ulama besar Ahlussunnah Wal Jamaah yaitu:
1.      Imam Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al- Maturdi Al- Anshori. Dia hidup di samarkand 238-333H/852-944M,  masih berselisih dengan sahabat besar Abu Ayyub Khalid bin Zaid kulaib Al- Anshori yang rumahnya pernah di singgahi Rasullulah SAW. Ketika perjalanan hijrah ke madinah. Kealimannya agak terkenal, sekalipun  yang menonjol dalam bidang teologi. Kitab bakunya dalam bidang ini ialah kitab At-Tauhid terdiri dari 400 halaman lebih. Dalam bidang fiqih ia bermazhab hanafi.
2.      Imam Abul Hasan Ali bin Ismail Al- Asyiarai, Masih berselisih dengan sahabat besar Abu Musa Al-syiari. Dia terlahir di kota basrah 260-330 H/873-945M., memiliki karangan- karangan di bidang teologi: Maqalat Al-Islamiyin Wa Ikhtilaf Al-Mushallin, Al luma’ Fi Raddi Ahl Al- Zaighi Wal bida’  an dan lain sebagainya. Dalam masalah fiqih beliau bermazhab imam Syafi’i. Teologi Al Asyi’ari memperoleh kemajuan pesat karena dukungan penguasa khalifah Al- Muttawakil( 237-247H/817-861M ).

     Adapun sebab terpentingnya  mengapa Al-Asy’ari meninggalkan Mu’tazilah ialah karena adanya perpecahan yang dialami kaum muslimin yang bisa menghancurkan mereka sendiri, kalau seandainya tidak di akhiri. Sebagai seorang muslim yang mendambakan kepersatuan umat, dia sanagat khawatir kalau Al qur’an dan Al hadist menjadi korban dari paham-paham Mu’tazilah yang dianggapnya semakin jauh  dari kebenaran, Menyesatkan dan Meresahkan masyarakat. Hal ini di sebabkan karena mereka terlalu menonjolkan pikiran.
   Disamping itu, Ada ahli-ahli  hadist anthropomorphist yang selalu memegangi makna lahir dari hadist-hadist yang hampir menyeret islam kepada kelemahan, kebekuan yang tidak dapat dibenarkan. Karena itu, Al- Asy’ari mengambil jalan tengah antara golongan rasionalis(Mu’tazilah) dan golongan textualist( ahli hadis anthropomorphist). Ternyata langkah jalan tengah tersebut dapat di terima oleh mayoritas umat islam, sebagai sikap moderat atau tawassuth. 
     Kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah mempercayai bahwa Allah menciptakan suatu makhluk halus yg diciptakan berdasarkan nur (cahaya) yg bernama malaikat yg tidak memiliki orang tua & tidak pernah makan & minum. Manusia nir bisa meliha para malaikat dalam bentuk asalnya kecuali para malaikat itu menyerupai insan. Namun, terdapat insan yg diberi keistimewaan oleh Allah buat bisa melihat para malaikat yaitu para nabi. Jumlah malaikat itu banyak yg manusia tidak bisa mengetahui jumlahnya. Namun, umat Islam hanya wajib  mengetahui malaikat-malaikat yg sepuluh, setiap malaikat mempunyai tugas masing-masing dari Tuhan-nya.

Malaikat adalah makhluk halus kreasi Allah yang taat menjalani semua perintah berdasarkan Allah. Hal ini terkandung pada Al-Qur’an, yang bunyinya :
لاَيَعْصُوْنَ اللهَ مَاأَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَايُؤْمَرُوْنَ. (التحريم : ٦)
Yang adalah : “malaikat-malaikat itu tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yg diperintahkan-Nya kepada mereka, dan mereka selalu mengerjakan apa yg diperintankan-Nya”. (QS. At-Tahrim : 6 )

3.2 INTERPENDENSI
      Interdependence atau dalam bahasa indonesia adalah saling ketergantungan, dimana dalam sosial masyarakat, tiap individu mempunyai ketergantungan dengan individu lainnya.
Teori saling ketergantungan (interdependence theory) dari John Thibaut dan Harold Kelley (1978, 1959) ini memiliki kesamaan dengan teori pertukaran sosial, yakni keduanya mengkonsepkan interaksi antara costsdan benefits.
Kekhususan teori ini adalah :
·         Interdependence theory menjelaskan interaksi perilaku antara dua orang secara lebih rinci, khususnya dalam hal matriks perolehan (outcome matrix).
·         Di dalamnya terdapat konsep comparison level (standard perbandingan), yaitu standard/ukuran/patokan yang digunakan untuk mengevaluasi orang lain. Menurut teori ini orang membandingkan antara apa yang dicapai/diperoleh dalam relasi dengan apa yang menjadi harapannya.
Comparison level diperoleh berdasarkan pengalaman masa lampau. Relasi yang sekarang dianggap memuaskan hanya jika apa yang dicapai/diperoleh tingkatannya melebihi comparison leveL




3.3 Budaya Agama
     Sejak awal perkembangannya, agama- agama di Indonesia telah menerima akomodasi budaya. Sebagai contoh Agama Islam, dimana Islam sebagai agama faktual banyak memberikan norma-norma atau aturan tentang kehidupan dibandingkan dengan agama-agama lain.
Jika dilihat dari kaitan Islam dengan budaya, paling tidak ada dua hal yang perlu diperjelas.
·         Pertama, Islam sebagai konsespsi sosial budaya dan Islam sebagai realitas budaya.
·         Kedua, Islam sebagai konsepsi budaya ini oleh para ahli sering disebut dengan great tradition (tradisi besar), sedangkan Islam sebagai realitas budaya disebut dengan little tradition (tradisi kecil) atau local tradition (tradisi local) atau juga Islamicate, bidang-bidang yang “Islamik” yang dipengaruhi Islam.
Tradisi besar Islam adalah doktrin- doktrin original Islam yang permanen atau setidak-tidaknya merupakan interpretasi yang melekat ketat pada ajaran dasar. Dalam ruang yang lebih kecil doktrin ini tercakup dalam konsepsi keimanan dan syariah atau hukum Islam yang menjadi inspirasi pola pikir dan pola bertindak umat Islam. Tradisi-tradisi ini seringkali juga disebut dengan center (pusat) yang dikontraskan dengan feri-feri atau pinggiran. Tradisi kecil (local, Islamicate traditioan) adalah realm of influence, kawasan- kawasan yang berada di bawah pengaruh Islam (great tradition).
     Pada sisi lain local genius memiliki karakteristik antara lain: mampu bertahan terhadap
budaya luar; mempunyai kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar; mempunyai kemampuan mengintegrasi unsur budaya luar ke dalam budaya asli; dan memiliki kemampuan mengendalikan dan memberikan arah pada perkembangan
budaya selanjutnya. Sebagai suatu norma, aturan, maupun segenap aktivitas masyarakat Indonesia, ajaran Islam telah menjadi pola anutan masyarakat. Dalam konteks inilah Islam sebagai agama sekaligus telah menjadi budaya masyarakat Indonesia. Di sisi lain budaya-budaya lokal yang ada di masyarakat, tidak otomatis hilang dengan kehadiran Islam.
Budaya-budaya lokal ini sebagian terus dikembangkan dengan mendapat warna-warna Islam. Perkembangan ini kemudian melahirkan “akulturasi budaya”, antara budaya lokal dan Islam. Budaya-budaya lokal yang kemudian berakulturasi dengan Agama Islam antara lain, acara slametan (3,7,40,100, dan 1000 hari) di kalangan suku Jawa. Tingkeban (nujuh hari). Dalam bidang seni, juga dijumpai proses akulturasi seperti dalam kesenian wayang di Jawa.
Wayang merupakan kesenian tradisional suku/etnis Jawa yang berasal dari agama Hindu India. Proses Islamisasi tidak menghapuskan kesenian ini melainkan justru memperkayanya, yaitu memberikan warna nilai-nilai Islam di dalamnya.tidak hanya dalam bidang seni, tetapi juga di dalam bidang-bidang lain di dalam masyarakat Jawa. Dengan kata lain kedatangan Islam di Indonesia dalam taraf-taraf tertentu memberikan andil yang cukup besar dalam pengembangan budaya lokal.
     Pada sisi lain, secara fisik akulturasi budaya yang bersifat material dapat dilihat misalnya: bentuk masjid Agung Banten yang beratap tumpang, berbatu tebal, bertiang saka, dan sebagainya benar-benar menunjukkan ciri-ciri arsitektur local. Sementara esensi Islam terletak pada “ruh” fungsi masjidnya. Demikian juga dua jenis pintu gerbang bentar dan paduraksa sebagai ambang masuk masjid di Keraton Kaibon. Namun sebaliknya, “wajah asing” pun tampak sangat jelas di kompleks Masjid Agung Banten, yakni melalui pendirian
bangunan Tiamah dikaitkan dengan arsitektur buronan Portugis,Lucazs Cardeel, dan pendirian menara berbentuk mercu suar dihubungkan dengan nama seorang Cina: Cek-ban Cut.
Dalam perkembangan selanjutnya sebagaimana diceritakan dalam Babad Banten, Banten kemudian berkembang menjadi sebuah kota. Kraton Banten sendiri dilengkapi dengan struktur-struktur yang mencirikan prototype kraton yang bercorak Islam di Jawa, sebagaimana di Cirebon, Yogyakarta dan Surakarta. Ibukota Kerajaan Banten dan Cirebon kemudian berperan sebagai pusat kegiatan perdagangan internasional dengan ciri-ciri metropolitan di mana penduduk kota tidak hanya terdiri dari penduduk setempat, tetapi juga terdapat perkampungan-perkampunan orang-orang asing, antara lain Pakoja, Pecinan, dan
kampung untuk orang Eropa seperti Inggris, Perancis dan sebagainya.
Aspek akulturasi budaya lokal dengan Islam juga dapat dilihat dalam budaya Sunda dalam bidang seni vokal yang disebut seni beluk. Dalam seni beluk sering dibacakan jenis cirita (wawacan) tentang ketauladanan dan sikap keagamaan yang tinggi dari yang ditokohkan. Seringkali wawacan dari seni beluk ini berasal dari unsur budaya local pra-Islam kemudian dipadukan dengan unsur Islam seperti pada wawacan Ugin yang mengi- sahkan manusia yang memiliki kualitas kepribadian yang tinggi. Seni beluk kini biasa disajikan pada acara-acara selamatan atau tasyakuran, misalnya memperingati kelahiran bayi ke-4- hari (cukuran), upacara selamatan syukuran lainnnya seperti kehamilan ke-7 bulan (nujuh bulan atau tingkeban), khitanan, selesai panen padi dan peringatan hari-hari besar nasional.
Apabila ditinjau dari segi munculnya, agama-agama selain monoteisme murni merupakan hasil kontemplasi manusia, sedangkan monoteisme murni merupakan wahyu dari hasil ciptaan Tuhan. Ragam agama yang terakhir ini merupakan jawaban dari pertolongan Tuhan terhadap manusia setelah “gagal” mencari kedamaian atau kedamaian hakiki melalui indera.
Bila kita amati secara obyektif, Islam memiliki ciri-ciri baik dalam konsep Ketu- hanan, Kerasulan dan ajaran-ajaran yang menunjukkan kesatuan (Tauhid) yang murni. Syarat mencapai suatu kebenaran dan kedamaian yang sebenarnya haruslah terlebih dahulu mengenal Islam dengan tepat dan benar. Kemudian harus komitmen terhadap ajarannya.
Terwujudnya suatu “kedamaian” apabila didukung dengan adanya penyerahan serta kepatuhan (Islam) terhadap Sang Pencipta. Dalam hal ini Allah SWT telah berjanji
kepada siapa pun yang menyerahkan diri disertai amal sholeh, akan mendapatkan kedamaian, sebab dalam penyerahan (Islam) ini terdapat konsekuensi sikap muslim yang
logis, tidak pernah gentar, pesimis dan takut dalam hidupnya.
Al-Qur’an mempergunakan kata Islam di berbagai tempat dengan pengertian yang berbeda-beda, namun pada prinsipnya mengarah pada pemahaman yang sama. Pengertian Islam secara umum yakni mengandung dimensi iman yang tidak dikotori oleh unsur-unsur syirik, tunduk, disertai dengan rasa ikhlas karena Allah SWT, berserah diri diiringi dengan amal sholeh serta sikap tegar dan optimis. Jadi pengertian Islam secara lughowi pada prinsipnya merupakan penyerahan diri secara bulat kepada Allah SWT yang melahirkan satu sikap hidup tertentu.

2.4 Interpendensi Ahlussunah Waljamaah Alnahdliyah Dan Budaya Agama
Hubungan Agama dan Kebudayaan dalam Masyarakat
Kebudayaan tampil sebagai perantara yang secara terus menerus dipelihara oleh para pembentuknya dan generasi selanjutnya yang diwarisi kebudayaan tersebut. Kebudayaan yang demikian selanjutnya dapat pula digunakan untuk memahami agama yang terdapat pada dataran empiriknya atau agama yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala di
masyarakat. Pengalaman agama yang terdapat di masyarakat tersebut diproses oleh penganutnya dari sumber agama yaitu wahyu melalui penalaran.
Misalnya kita membaca kitab fikih, maka fikih yang merupakan pelaksanaan dari nash Al Qur’an maupun hadist sudah melibatkan unsur penalaran dan kemampuan manusia. Dengan demikian agama menjadi membudaya atau membumi di tengah-tengah masyarakat.
Agama yang tampil dalam bentuknya yang demikian itu berkaitan dengan kebudayaan yang berkembang di masyarakat tempat agama itu berkembang. Dengan melalui pemahaman terhadap kebudayaan tersebut seseorang akan dapat mengamalkan ajaran agama.
Misalnya manusia menjumpai kebudayaan berpakaian, bergaul berma- syarakat, dan sebagainya. Ke dalam produk kebudayaan tersebut unsur agama ikut berintegrasi. Dalam pakaian model jilbab, kebaya atau lainnya dapat dijumpai dalam pengalaman agama. Sebaliknya tanpa adanya unsur budaya, maka agama akan sulit dilihat sosoknya secara jelas.
Selain itu hubungan agama dan kebudayaan dalam konteks budaya Indonesia, maka budaya itu terdiri dari 5 lapisan. Lapisan itu diwakili oleh budaya agama pribumi, Hindu, Buddha, Islam dan Kristen (Andito, ed. 1998:77-79)
·         Lapisan pertama adalah agama pribumi yang memiliki ritus-ritus yang berkaitan dengan penyembahan roh nenek moyang yang telah tiada atau lebih setingkat yaitu Dewa-dewa suku seperti sombaon di Tanah Batak, agama Merapu di Sumba, Kaharingan di Kalimantan. Dari agama pribumi bangsa Indonesia mewarisi kesenian dan estetika yang tinggi dan nilai-nilai kekeluargaan yang sangat luhur.
·         Lapisan kedua adalah Hinduisme, yang telah meninggalkan peradaban yang menekankan pembebasan rohani agar aman bersatu dengan Brahman maka dengan itu ada solidaritas mencari pembebasan bersama dari penindasan sosial untuk menuju kesejahteraan yang utuh.
·         Lapisan ketiga adalah agama Buddha, yang telah mewariskan nilai-nilai yang menjauhi
ketamakan dan keserakahan. Bersama dengan itu timbul nilai pengendalian diri dan mawas diridengan menjalani 8 tata jalan keutamaan.
·         Lapisan keempat adalah agama Islam yang telah menyumbangkan kepekaan terhadap tata tertib kehidupan melalui syari’ah, ketaatan melakukan shalat dalam lima waktu, kepekaan terhadap mana yang baik dan mana yang jahat dan melakukan yang baik dan menjauhi yang jahat (amar ma’ruf nahi munkar) berdampak pada pertumbuhan akhlak yang mulia. Inilah hal-hal yang disumbangkan Islam dalam pembentukan budaya bangsa.
Lapisan kelima adalah agama Kristen, baik Katholik maupun Protestan. Agama ini menekankan nilai kasih dalam hubungan antar manusia. Tuntutan kasih yang dikemukakan melebihi arti kasih dalam kebudayaan sebab kasih ini tidak menuntutbalasan yaitu kasih tanpa syarat. Kasih bukan suatu cetusan emosional tapi sebagai tindakan konkrit yaitu memperlakukan sesama seperti diri sendiri.
Pengaruh timbal balik antara agama dan budaya antara lain :
  1. Agama mempengaruhi kebudayaan, kelompok, masyarakat, dan suku bangsa;
  2. Kebudayaan cenderung mengubah-ubah keaslian agama seshingga menghasilkan penafsiran berlainan.
Hal pokok bagi semua agama adalah bahwa agama berfungsi sebagai alat pengatur dan sekaligus membudayakannya dalam arti mengungkapkan apa yang ia percaya dalam bentuk-bentuk budaya yaitu dalam bentuk etis, seni bangunan, struktur masyarakat, adat istiadat dan lain-lain. Jadi ada pluraisme budaya berdasarkan kriteria agama. Hal ini terjadi karena manusia sebagai homoreligiosus merupakan insan yang berbudidaya dan dapat berkreasi dalam kebebasan menciptakan berbagai objek realitas dan tata nilai baru berdasarkan inspirasi agama.
Agama dan masyarakat memiliki hubungan yang erat. Di sini perlu diketahui bahwa ini tidak berarti mengimplikasikan pengertian “agama menciptakan masyarakat.” Tetapi hal ini mencerminkan bahwa agama adalah merupakan implikasi dari perkembangan masyarakat. Hubungan antara agama dengan masyarakat terlihat di dalam masalah ritual. Dimana kesatuan masyarakat tradisional sangat tergantung kepadaconscience collective (hati nurani kolektif), dan agama nampak memainkan peran ini. Masyarakat menjadi “masyarakat” karena fakta bahwa para anggotanya taat kepada kepercayaan dan pendapat bersama.
Ritual, yang terwujud dalam pengumpulan orang dalam upacara keagamaan, menekankan pada kepercayaan mereka atas orde moral yang ada, dimana solidaritas mekanis itu bergantung. Di sini agama nampak sebagai alat integrasi masyarakat, dan praktek ritual secara terus menerus menekankan ketaatan manusia terhadap agama, yang ikut serta di dalam memainkan fungsi penguatan solidaritas.




BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
     Telah kita ketahui Indonesia memiliki banyak sekali budaya dan adat istiadat yang juga berhubungan dengan masyarakat dan agama. Dari berbagai budaya yang ada di Indonesia dapat dikaitkan hubungannya dengan agama dan masyarakat dalam melestraikan budaya.Sebagai contoh budaya Ngaben yang merupakan upacara kematian bagi umat hindu Bali yang sampai sekarang masih terjaga kelestariannya.Halini membuktikan bahwa agama mempunyai hubungan yang erat dengan budaya sebagai patokan utama dari masyarakat untuk selalu menjalankan perintah agama dan melestarikan kebudayaannya.Selain itu masyarakat juga turut mempunyai andil yang besar dalam melestarikan budaya, karena masyarakatlah yang menjalankan semua perintah agama dan ikut menjaga budaya agar tetap terpelihara.
      Selain itu ada juga hubungan lainnya,yaitu menjaga tatanan kehidupan.Maksudnya hubungan agama dalam kehidupan jika dipadukan dengan budaya dan masyarakat akan membentuk kehidupan yang harmonis,karena ketiganya mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lain. Sebagai contoh jika kita rajin beribadah dengan baik dan taat dengan peraturan yang ada,hati dan pikiran kita pasti akan tenang dan dengan itu kita dapat membuat keadaan menjadi lebih baik seperti memelihara dan menjaga budaya kita agar tidak diakui oleh negara lain. Namun sekarang ini agamanya hanyalah sebagi symbol seseorang saja. Dalam artian seseorang hanya memeluk agama, namun tidak menjalankan segala perintah agama tersebut. Dan di Indonesia mulai banyak kepercayaan-kepercayaan baru yang datang dan mulai mengajak/mendoktrin masyarakat Indonesia agar memeluk agama tersebut. Dari banyaknya kepercayaan-kepercayaan baru yang ada di Indonesia, diharapkan pemerintah mampu menanggulangi masalah tersebut agar masyarakat tidak tersesaat di jalannya. Dan di harapkan masyarakat Indonesia dapat hidup harmonis, tentram, dan damai antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya.


5.2 Kritik Dan Saran
·       Kritik
     seharusnya kita sebagai remaja mempunyai peran yang besar untuk melestarikan budaya-budaya di indonesia baik itu tradisi maupun budaya agama dalam hal kebaikan bukan malah mengikuti budaya dari luar, budaya kebarat-baratan misalnya. Pasalnya banyak sekali di era modernisasi ini masyarakat padamumnya khususnya remaja sudah mulai melupakan budaya budaya yang kita punyai sejak dulu dan mulai menikuti atau mencontoh budaya kebarat-baratan
·       Saran
     JASMERAH( jangan melupakan sejarah ) saya selaku mahasiswi menyarankan agar kita selaku generasi bangsa dapat menjunjung tinggi nilai2 dan kebudayaan indonesia khususnya peringatan peringatan untuk hari besar islam dan jangan mencemooh bahwa itu adalah kuno karena cintailah apa yang menjadi dirikita dan apa yang kita miliki bukan malah bangga dengan menjadi orang lain dan ikut-ikutan budaya kebarat-baratan.
Allahuakbar !!!!


DAFTAR PUSTAKA

·         Ahmad, Muhammad, TAUHID ILMU KALAM, (Bandung : CV. Pustaka Setia. Cet. II), 2009
·         https://id.wikipedia.org/wiki/Sunni                                     
·          



Related Posts:


0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Blog Archive